Kotak ajaib a.ka microwave sudah datang. Tanpa diduga pula. Ternyata Mama sudah pesan dari lama tapi baru diantar kemarin. Yay!
Sambil mendemokan cara memakainya, si pengantar menjelaskan berbagai fungsi dari microwave yang satu ini. Bisa menghangatkan makanan atau minuman, bakar sate, masak telor segala macam. Tapi yang paling penting ini nih.. Bisa jadi oven! Huahahahahaha!
Senang hatiku!
Malamnya saya langsung mau coba praktek. Asal tahu saja, pengalaman masak saya sejauh ini hanya berkisar mi, telor, kornet, nasi goreng, dan, mungkin kalau bisa disebut, lekker.
Saya selalu kagum pada orang-orang yang lihai memasak. Wihi, seperti penyihir saja. Benar lho, ini tidak hiperbolis, saya benar-benar beranggapan demikian. Mengubah yang mentah dan kadang menjijikkan jadi sedap dimakan. Itu
magic namanya. Hehe.
Anyway, microwave baru datang bersama sebuah buku resep kecil. Pilih pilih pilih, jatuhlah pilihan saya pada KUE APEL KARAMEL. Wuw, namanya saja sudah bikin ngiler.
Kebetulan semua bahannya tersedia kecuali apel dan susu kental manis. Ah, gampang ituu, tinggal beli di mini market dekat rumah saja.
Tapi saya tidak yakin pada keberadaan si timbangan kue. Setelah mengaduk-aduk isi dapur dan diperkuat oleh kesaksian si Mbak, ternyata benar saja timbangan kue itu tak ada. Sudah hilang entah kemana ketika saya pindahan dulu.
Kecewa, tapi tak surut semangat, saya berniat membeli timbangan kue
malam itu juga. Karena niat yang tertunda biasanya awal dari kealpaan, maka saya tetapkan malam ini juga, ketika niatan saya masih membara, saya harus bikin kue. Ditemani dua adik saya, kami melaju ke Superindo terdekat.
Sialnya tidak ada timbangan kue. Hwahh, supermarket macam apa ini?
Sekali lagi saya mantapkan niat, kami pindah ke Naga. Ada! Yay!
Sampai di rumah saya baru ingat, saya punya loyang tidak ya? Pasalnya kan saya tidak boleh memasukkan bahan plastik ketika menggunakan fungsi oven. Aduk aduk aduk, akhirnya saya menemukan panci yang lumayan besar tapi masih muat di microwave. Ini namanya tak ada rotan akar pun jadi.
Dengan riang saya mulai membuat karamel. Saya ikuti petunjuk di buku resep yang ternyata kurang informatif. Bingung juga saya jadinya. Kapan adonan satu dengan adonan yang lain dicampur tidak jelas. Ya sudahlah, kalau ujung-ujungnya dicampur, kan tidak masalah kapan dicampurnya. Jadi saya campurkan saja semena-mena.
Lucunya, hingga akhir petunjuk, tidak disebutkan soal mencampurkan parutan apel yang tercantum di daftar bahan. Hah, sudahlah masukkan saja belakangan.
Dicantumkan di resep adalah "parutan kasar apel". Tapi saya sudah malas lagi mencari dimana parutan berada. Walhasil saya potong kecil-kecil saja apelnya lalu saya lemparkan ke adonan.
Ketika akan memasukkan ke "loyang", saya baru sadar panci saya, eh maksudnya loyang, ada pegangan yang terbuat dari karet. Huaaaaaaah!
Kembali lah saya berklontang-klontang di dapur hingga akhirnya mendapatkan panci lain tanpa pengangan yang diameternya lebih kecil. Pas sekali adonannya masuk ke panci tersebut.
Saya ragu juga sih, dengan ketebalan segini, apa mungkin bagian dalam adonan bisa matang?
Tapi toh adonan sudah terlanjur jadi. Ini ibarat maju kena mundur kena. Yasudah kalau sama-sama kena, saya pilih maju saja.
Diiringi bismillah, saya masukkan adonan itu ke oven.
20 menit kemudian.
Si kue dikeluarkan. Tapi begitu saya tes dengan menancapkan pisau pada kue tersebut, kontan saja adonan di dalamnya yang masih cair merembes keluar. Huh. Masuklah kembali ia ke dalam oven.
10 menit kemudian.
Si kue dikeluarkan. Tak lagi ada cairan ketika saya tancapkan pisau. Yay!
Dengan semangat saya balik "loyang"nya di atas piring. Sulit juga melepasnya. Begitu lepas... oooh, saya bersyukur karena piring yang saya gunakan cukup besar dan cekung sehingga cairan adonan yang belum matang tidak lari kemana-mana.
Huhuhuhuu... Sia-sialah segala gula, tepung terigu, telur, baking powder dkk yang telah saya investasikan dalam adonan ini. Begitu pikir saya
sesaat.
Tapi kemudian saya sadar bagian atas dari kue ini masih selamat. Yeah. Maka dengan agak kesusahan saya potong bagian atas kue dan saya letakkan di piring baru. Yay!
Mau tahu bagaimana bentuknya?
Aduh maaf sekali, tapi kabel data HP saya lagi trouble.
Kalau menurut adik saya rupanya seperti pizza meat lover. Huahahaha. Tapi saya lumayan terhibur karena ia juga mengakui kalau kue setengah jadi ini enak. Anda boleh tidak percaya, tapi memang lumayan enak kok rasanya. Terasa seperti karamel dan apel. Hehe. Adik saya juga jelas-jelas tidak hanya
lip service, itu bukan keahliannya apalagi kalau subyeknya saya. Buktinya pagi ini ia tandaskan semuanya tanpa menyisakan sedikit pun untuk saya. (Sial!)
Ini belum selesai. Saya sudah terlanjur menginvestasikan Rp 64.100 untuk beli timbangan kue. Sayang kalau hanya dipakai sekali. Saya malah berencana menambah investasi dengan membeli loyang. Hahaha.
Ya, saya memang kadang keras kepala. Tapi kalau menurut Om Churchil kan,
courage is going from failure to failure without losing enthusiasm, jadi takpapalah yang pertama ini gagal. Suatu hari saya pasti bisa jadi penyihir beneran yang bisa bikin kue super enak!
(Amin!)