Jul 31, 2007

Enam Keanehan Saya

Awalnya saya nggak ngerti ini apaan. Saya hanya membaca blog Echi,tentang 6 keanehannya, yang kemudian tersambung ke blog ika yang juga menulis tentang keanehannya. Lalu saya menemukan nama saya disitu. Hmm, setelah berpikir agak keras dan lama, saya baru mengerti, ini maksudnya posting berantai ya?
Hehe...
Yah, beginilah aturannya (saya copy paste dari blog ika)

Each player of this game starts with 6 weird things about themselves. People who get tagged need to write a post of their own 6 weird things as well as state the rule clearly. In the end, you need to choose 6 people to be tagged and list their names. Don’t forget to leave a comment that says you are tagged in their comments and tell them to read your blog.

Jadi, setelah membaca enam keanehan saya, apabila Anda menemukan nama Anda berada pada list nama di bagian akhir potingan ini, Anda harus membuat sebuah postingan tentang 6 keanehan Anda. Anda bisa buat itu di blog Friendster kalau mau. Tapi buat link nya juga di comment untk postingan ini ya.

Okay, here we go...

Milo.
Saya kecanduan minuman yang satu ini. Dari kecil saya memang suka sekali susu. Dari mulai Promina, Frisian Flag, Ovaltine, Sustagen, hingga akhirnya Milo. Saya cinta mati pada yang terakhir ini.
Entah karena sugesti atau bukan, tapi kalau saya sedang merasa sedih atau bingung, rasanya akan lebih baik setelah saya minum Milo.
Saking cintanya saya sama Milo, di ulang tahun ke 21 kemarin, teman-teman saya menghadiahkan Milo pada saya.

Men
Saya tidak pernah dapat mengidentifikasi dengan jelas seperti apa selera saya untuk yang satu ini. Kadang saya bisa suka pada pertemuan pertama. Pada percakapan pertama. Saya seperti punya semacam sensor disini.
Ups, saya bilang 'kadang'? Lebih tepat kalau itu diganti 'hampir selalu'.
Selama ini, hanya dengan jalan seperti itu, seseorang bisa masuk ke dalam hati saya.
Sayangnya, jarang sekali saya merasa demikian.
Hehe. Terdengar seperti roman picisan ya?

Big Brother
Sejak kecil saya selalu ingin punya kakak laki-laki. Ya, harus seorang kakak dan harus laki-laki. Saya suka membuat imajinasi sendiri seperti apa kakak laki-laki saya (seandainya saya punya). Mungkin kapan-kapan saya harus membuat blog tentang ini.
Saya bahkan membayangkan seperti apa bentuk fisiknya, sifatnya, hobinya, penampilannya, dan bagaimana sikap saya kepadanya. Am I a psycho or something?
Saya kadang menganalisa, ini ada kaitannya dengan sifat saya yang suka pada sesuatu yang tidak bisa saya miliki.

Drive Alone
Saya pernah beberapa kali menyetir mobil sendirian Bandung-Jakarta. Apakah itu aneh?
Menurut beberapa orang sih iya. Tapi kadang saya memang harus ke Jakarta saat itu juga. Dan karena memang tidak ada yang mau nebeng, maka buat apa saya buang-buang waktu menunggu teman perjalanan yang belum tentu ada?
Tentu saja, saya pun sama sekali tidak keberatan juga kalau ada yang mau menebeng.
Saya rasa, orang menilai itu aneh karena saya seorang wanita. Bagaimana kalau ada apa-apa di jalan? Entahlah. Untungnya sih, tidak pernah ada apa-apa selama ini.
Lagipula, saya punya panutan yang lebih hebat lagi: Ibu saya, pernah menyetir Solo-Jakarta dalam keadaan hamil.

Don't Tell Me What To Do
Kecuali Anda adalah orang tua saya, dosen saya, sahabat dekat saya atau orang-orang yang memang saya mintai pendapat.
Kalau Anda memang ingin memberitahu sesuatu, tolong buat kalimat tersebut dalam kalimat tanya. Seperti,
"Bukannya lebih bagus kayak gini ya?"
Dan bukannya,
"Mendingan gini...!"
Tentu saja, untuk orang-orang yang memang saya mintai pendapat, Anda bebas dari aturan ini dan bisa menggunakan kata perintah pada saya.
Selain yang saya sebut di atas, tolong jangan uji kesabaran saya.

My Sister & I
Saya akui sekarang, kami memang aneh. Sangat luar biasa aneh apabila kami bertemu. Kami punya lagu-lagu ejekan yang kami ciptakan sendiri. Kami punya gerakan-gerakan dari masa kecil yang masih kamu ingat dan kadang kami lakukan sampai saat ini. Kami punya bahasa sendiri. Kami suka mengarang bahasa sendiri, dan anehnya kami tetap bisa saling mengerti satu sama lain. Kami suka menertawai hal-hal yang tidak lucu. Kami suka tertawa dalam nada-nada tertentu.
Kami benar-benar seperti anak berumur 5 tahun kalau sedang bermain.
Kami tumbuh dengan karakter masing-masing yang berbeda, tapi kami selalu berhasil menemukan kesamaan pada hal-hal yang prinsipil.
Kami sering bertengkar. Bahkan kadang secara fisik. Tapi detik berikutnya kami bisa tertawa bersama lagi.
Kami jarang pergi bersama, markas besar kami adalah kamar kami.
Kami punya banyak banyaaak sekali rahasia yang hanya kami bagi berdua.
She's one of the best things that ever happened to me.


Huff, selesailah tugas ini.
Berikutnya, saya ingin orang-orang ini melanjutkan postingan mengenai 6 keanehan mereka :
Nadya Fadila. Just be honest and tell the world how abnormal you are, please...
Batari Saraswati. Ya Bat, elo. Dan ga pake jaim-jaim.
M. Ardiansyah a.k.a Aldud. I know you are a psycho, but i also know that you are much more psycho than what people think about you now.
Bin Anindita Ayo Bin, sekali-kali bikin postingan nyampah gini enak juga lho. Biar orang tau lo bukan Dewa. Haha..
Principia Wardhani a.k.a Upi Kangen gue baca tulisan lo Pi!
Fibria Heliani a.k.a Ebi Ayolah bi, ditulis di blog friendster juga gapapa. Ga ada orang lain yang lebih aneh dari pada Ebi(son). Ampuuunn....

Buat yang nggak ngelanjutin postingan ini, traktir gue yak! Hwahahahahahaha,,,

Jul 27, 2007

to be or not to be... truthful?

to be or not to be… truthful ?

Semua orang pernah berbohong, kecuali mungkin para Nabi.Paling tidak satu kebohongan kecil seperti ketika ada orang yang bertanya pendapat Anda mengenai tubuhnya yang gemuk lalu Anda berkata “Hmmm… nggak juga kok.” Atau ada orang yang bertanya apakah baju yang dipakainya tampak bagus, dan Anda menjawab,”Hmm.. bagus-bagus aja kok..”.

Saya?

Waw, saya sudah pernah melakukan banyak kebohongan. Haha. Dan bukannya saya bangga dengan itu juga sih. Hehe.
Percaya deh, dalam lubuk hati saya yang terrrrrrdalam sana, saya masih menyisakan sebuah ruang untuk kejujuran.

Karena katanya, kejujuran itu selalu yang terbaik bukan?

Namun, di jaman sekarang ini menjadi jujur kadang menjadi hal yang aneh. Seorang teman saya sempat sedikiiiit berantem dengan pacarnya akibat pacarnya tidak membalas pesannya. Dan ketika teman saya itu mengadu pada saya, maka saya katakan “Ya udahlah, mungkin lagi sibuk aja kali atau dianya emang dodol aja. Nyebelin sih, tapi coba aja lo ngalah dulu..”

Nasihat yang saya pikir sudah cukup bijak itu mendapat tanggapan, “Min, gue justru ga mau masalah yang ada tuh ditumpuk-tumpuk terus. Daripada dipendem-pendem trus nantinya meledak? Kalo emang gue ga cocok sama dia kan mendingan taunya sekarang. Kalo emang nantinya bakal putus kan mendingan sekarang daripada tahun depan. Toh ujung-ujungnya sama….”

Saya sedang mencerna kata-kata sebelumnya ketika kemudian teman saya berkata lagi, “…kan elo Min yang bilang gitu ke gue.”

Ups. Oh ya? Samar-samar saya ingat percakapan beberapa bulan lalu antara saya dan teman saya.

Punya masalah itu jangan dipendam-pendam dan dibiarkan menumpuk. Selesaikan saja begitu masalah itu muncul. Kalau memang tidak suka, jangan pura-pura suka. Jangan pura-pura sesuatu itu nggak apa-apa kalau sebenarnya apa-apa. Dan jangan takut untuk berbeda pendapat bahkan untuk berantem. Karena kalau pun hari ini bisa menahan diri untuk nggak berantem, toh suatu hari pertahanan itu akan jebol juga dan akan berantem juga.
Sebenarnya, semakin banyak perbedaan pendapat yang dilalui, seharusnya jadi semakin mengerti satu sama lain. Pastinya, akan ada kemungkinan putus waktu berantem itu. Tapi paling tidak, Anda diputuskan dengan menjadi diri Anda sendiri. Menurut saya, itu lebih baik daripada tidak putus, tapi juga tidak menjadi diri sendiri. Kalau memang nggak cocok, ujungnya pasti putus. Dan kalau pasti putus, lebih baik putus hari ini daripada putus tahun depan.

Ups. Ups. Iya, saya ingat sekarang kalau saya pernah berkata begitu pada teman saya ini. Dan ternyata dia lebih ingat kata-kata saya daripada saya sendiri.

Tentu saja mudah bagi saya mengatakan itu karena saya tidak sedang terlibat hubungan dengan siapapun. Saya tahu, kadang tidak mudah mengkonfrontasi orang yang kita sayang. Dalam kata lain, tidak mudah menjadi jujur pada orang yang kita sayangi tentang diri kita yang sebenarnya. Karena itu, saya angkat dua, tiga bahkan empat jempol pada teman saya ini. Karena dia sudah berani mempertaruhkan hubungannya demi menjadi jujur pada pacarnya.

Bahkan saya pun, seperti telah saya katakan di atas, sudah sering sekali melakukan kebohongan.

Saya bilang telor buatan Mama saya rasanya “enak-anak aja..” padahal sebenarnya keasinan.
Saya bilang baju yang dipakai teman saya keliatan oke, padahal sebenarnya saya sudah capek melihatnya mencoba selusin lebih baju.
Saya bilang potongan rambut adik saya “lumayan…” padahal sebenarnya potongan itu membuat rambutnya terlalu mengembang seperti singa.
Saya bilang baretan di belakang mobil karena ditrabrak dari belakang padahal sebenarnya saya yang menabrak mundur mobil yang sedang diparkir.
Saya bilang pada Mama saya sudah tidak punya uang padahal saya masih punya 50 ribu terlipat rapi dalam dompet.
Dan banyaaak banyaaak sekali saya TIDAK bilang apa-apa ketika sebenarnya saya ingin mengatakan apa-apa.

Bagian terburuk dari berbohong adalah membiarkan orang lain mengenal saya tidak seperti saya yang sebenarnya. Mungkin tidak masalah bila orang-orang itu bukan orang-orang terdekat saya. Tapi menjadi masalah ketika orang-orang itu adalah orang tua, sahabat, saudara, atau pacar saya.

Siapa sebenarnya yang mereka sayangi?
Saya atau tokoh rekaan saya?
Dan mengapa pula saya sampai mereka-reka tokoh? Karena di dalam suatu tempat pada diri saya ada suatu ketidak percayaan diri atas diri saya yang sebenarnya. Maka saya merasa perlu menutupi bagian itu dengan berbagai kebohongan.

Keadaan akan kelihatan semakin ruwet jika orang-orang yang saya sayangi ternyata juga merupakan tokoh rekaan. Bagaimana jadinya kalau ternyata semua orang yang saya kenal sebenarnya juga merupakan rekaan dari tokoh aslinya?
Hwaduh, gawat pisan..

Apakah semua orang sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan?
Apakah semua orang sudah tidak mengatakan hal-hal yang tidak ingin dia katakan?
Apakah semua orang tidak lagi merasakan ada pertentangan batin dalam dirinya?
Apakah semua orang sudah benar-benar merasa nyaman pada dirinya?

Manurut saya, akan selalu ada suatu celah bagi manusia untuk berbohong. Pertanyaannya adalah sejauh mana ia mampu mempertahankan ke-orisinilitas-an dirinya agar kebohongan-kebohongan itu tidak membentuknya menjadi tokoh yang berbeda.

Bahkan ketika Anda membaca tulisan ini, Anda tidak tahu kan apakah pemikiran ini berasal dari saya yang asli atau sekedar tulisan yang saya buat agar Anda berpikir bahwa saya memiliki pemikiran ini. ;)


Nb. Tentang kisah teman saya tadi, untung nya berakhir bahagia. Sang pacar akhirnya meminta maaf, dan mereka pun hidup bahagia hingga saat tulisan ini selesai dibuat.

Jul 11, 2007

It's Called MANHOOD (Verse 1)

Pagi ini saya dan seorang teman terlibat pembicaraan penting mengenai mana yang lebih baik, pacar posesif atau pacar cuek?
Untuk memperoleh jawaban yang valid dan akurat, maka kami melakukan analisa dan estimasi tentang masing masing tipe.
Silakan anda simak dan cermati kedua tipe ini.


VERSI 1 : PACAR POSESIF

tahap 1 : Laporan tiap hari pergi sama siapa, kemana, kapan pulang, makan apa, naik angkot apa. Masih dalam tahap normal.

tahap 2 : Semua isi phonebook lo di HP tiba2 ada di HP dia juga. Tak terkecuali juga nomor guru SD yang sudah lama ga ketemu. Sudah masuk ke tahap membingungkan.

tahap 3 :diberi jam malam, hanya boleh pergi dengan si A, B, C. Mulai semakin membingungkan.

tahap 4 : hanya boleh keluar rumah untuk KULIAH dan MENGERJAKAN TUGAS. pulang kuliah langsung dijemput di depan kelas, dikawal sampai mobil dan ditungguin di depankamar kos biar ga kabur. Mulai meresahkan

tahap 5 : hanya boleh sms atau telepon ke dia, mama, dan papa. Selain orang2 tadi, harus dengan seijinnya. Mulai sangat meresahkan.

tahap 6 : tidak boleh ngomong sama cowok lain selain dia, kecuali papa atau saudara kandung. kalo lagi ga sama dia mesti pake cadar. mulai berpikir untuk kabur.

tahap 7 : tiba-tiba disekap dalam ruangan tertutup. diikat biar ga bisa kemana2. si doi memandangi dengan tatapan penuh kekaguman sementara lo setengah mati ketakutan. Mulai berpikir untuk ga terlahir di dunia ini.


Untuk melihat versi kedua, klik disini.

Mana yang anda pilih? Ingat, teliti sebelum memacari!

Jul 5, 2007

Jakarta Jakarta


Akhir minggu kemarin saya jalan-jalan ke Plaza Senayan. Hanya saja, saya kesana tidak dengan mobil, nebeng teman, atau pun naik taxi. Dari rumah saya di kawasan Jakarta Timur-mepet-Bekasi, saya ngangkot ke PS.
Mungkin bukan hal besar bagi beberapa orang. Tapi jujur saja, itu kali pertama saya ke PS dengan bus kota.

Ini bermula dari kedatangan seorang teman lama saya, sebut saja Ono, dari Singapore. Si Ono ini sudah 3 tahun kuliah di Singapore. Dia hanya kembali ke Indonesia pada musim liburan seperti sekarang ini. Seharusnya kami pergi bertiga, namun teman saya yang satu lagi membatalkan keikutsertaannya dengan alasan yang tidak jelas (hehe..). Jadilah saya ber"kencan" dengan Ono.

Bukan "kencan"nya yang menjadi masalah. Tapi karena pada hari itu, baik mobil saya maupun mobilnya (a.k.a mobil orang tua kami), tidak ada yang bisa dipakai. Maka saya menumpukan harapan pada teman saya yang seorang lagi yang kemudian, seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya, membatalkan keikutsertaannya.

Jadwal saya sudah kepalang kosong. Hati ini juga sudah telanjur ingin nonton film. Entah karena kasihan pada saya atau dia pun juga merasakan hal yang sama, akhirnya Ono pun mengusulkan untuk tetap pada rencana semula. Hanya saja kita akan kesana naik bus.

Meskipun sesungguhnya saya ingin nonton di Djakarta Theater yang konon telah berubah wujud menjadi sangat lux itu, namun atas nama jarak yang jauh maka kami terpaksa membelokan tujuan ke Senayan.
Senayan City adalah tujuan kami. Ono kan belum pernah kesana. Ya, maka diputuskan kami akan nonton di Plaza Senayan dan makan di Senayan City.

Pertama akan saya jelaskan dulu mengapa saya pilih Plaza Senayan. Konon, menurut salah seorang teman saya, harga nonton disana sekarang sudah murah. Hampir sama dengan di Plaza Semanggi. Atas alasan ini saya pun mengompori Ono untuk pergi ke Plaza Senayan.

Tak apalah naik bus. Kan bule-bule di luar negeri juga kemana-mana naik bus. Demikian hati saya menghibur.

Berhubung Ono tidak tahu rumah saya yang baru, maka jadilah kami janjian di McDonalds Kalimalang jam 12 (entah disambet setan apa kami bisa memutuskan untuk bertemu di tengah siang bolong di Jakarta yang super panas ini). Saya tiba disana persis jam 12 teng.

Maka dimulailah perjalanan kami, dua anak muda yang sok tahu jalan, menyusuri Jakarta. Jeniusnya, "kami" telah mempersiapkan peta. Maklumlah, saat ini kami tidak berdomisili di Jakarta. Saya di Bandung, dan Ono di Singapore. Alasan tersebut yang kemudian kami jadikan pembenaran atas kebutaan kami (khususnya saya ini) akan jalan di Jakarta.

Dengan mulus kami naik angkot M19 sampai Cawang. Disini kami mulai bertanya-tanya, "lewat Senayan ga mas?", "lewat Senayan ga pak?". Koreksi, Ono yang bertanya. Saya hanya memperhatikan. Oh Tuhan, betapa MT nya saya! hehe..

Maka setelah beberapa dijawab dengan gelengan kepala, akhirnya seorang kenek bus menjawab, "ya, ini satu-satu nya yang lewat Senayan". Saya masuk ke dalam bus dengan girang.

Duduk di jok bus yang agak reot, dengan angin yang cukup kencang menerpa dari jendela, disertai iringan suara pengamen yang bercampur dengan deru mesin membuat saya sepenuhnya sadar : Ini Jakarta.
Buat saya lambang Jakarta bukan Monas. Melainkan suasana bus ini.

*

Saya heran, kenapa ya fasilitas umum yang ada di Jakarta tidak bisa dalam keadaan baik. Ini seperti pertanyaan retoris, tapi saya memang tidak mengerti.
Kenapa negara lain bisa punya Metro, atau S-Bahn, atau Trem yang bersih dan terawat, sementara kita tidak?
Budayanya kah? Hukum nya kah? Saya tidak mengerti.

Ketika saya mengunjungi negara lain, ada perasaan : rasanya pengen deh tinggal disini.
Tapi kok, rasanya agak seperti pengkhianat ya? Saya bukan orang yang nasionalis. Tapi kalau semua orang yang pintar dan mampu pindah ke luar negeri semua, siapa yang mau bikin subway di Jakarta?
Atau mungkin bikin subway di Jakarta memang nggak penting kali ya?
Tapi percaya deh, di siang itu, seandainya ada subway di Jakarta saya akan sangat berterimakasih sekali pada pembuatnya. Kalo dia sudah meninggal, akan saya doakan semua amal ibadahnya diterima. Amin.

*

Kembali ke kisah saya dan Ono, setelah sempat pindah bus, sedikit nyasar dan celingak celinguk, akhirnya sampailah kami di Plaza Senayan.
Segera saja saya mereguk kesegaran AC sebanyak-banyaknya. Kita lihat saja dulu jadwal filmnya, jadi bisa diperkirakan mau makan dimana. Demikian niatnya.

Saya memang sudah lama sekali tidak ke PS. Karena menurut saya barangnya mahal-mahal. Mau beli apa saya disana?

*

Orang bilang mahal itu relatif. Buat orang yang punya uang 10 miliar, mungkin 1 atau 10 juta jadi tidak ada artinya. Mungkin benar juga.

Kaya dan miskin pun juga jadi relatif. Tergantung bagaimana lingkungan sekitar. Ada kalanya saya merasa miskin, ada juga saatnya saya merasa kaya. Saya punya teman yang memakai tas Anya (menurut pemiliknya sih asli...) yang harganya sekian juta untuk tas sehari-hari. Sehari-hari artinya tas yang digunakan untuk jalan-jalan santai ke depan kompleks atau ke mini market. Ketika saya berada di lingkungan ini, maka saya akan merasa miskin.
Tapi saya juga punya teman yang tas nya tidak ganti-ganti selama bertahun-tahun. Digunakan untuk segala acara. Di saat seperti ini, saya merasa bersalah karena pernah merasa saya ini miskin.

Suatu kali, di desa nenek saya di Tegal, saya pernah mengunjungi rumah bekas pembantu saya. Rumahnya adalah bekas kandang sapi. Luasnya sekitar 4x4 meter. Dengan satu tempat tidur reot ukuran Queen. Lantainya masih tanah. Disana bekas pembantu saya tinggal bersama suami dan keempat anaknya yang kurus-kurus. Bagaimana tidak kurus kalau susu yang mereka minum saja sangat cair. Warna susu yang mereka minum tidak pekat seperti yang biasa saya minum. Bukannya 4 sendok susu dicampur segelas air, mereka hanya minum segelas air yang dicampur setengah sendok susu. Komposisi ini jelas hanya menghasilkan warna air yang agak butek.
Maka di saat itu saya merasa menjadi orang paling tidak tahu terimakasih sedunia karena pernah merasa miskin.

Saya mungkin mampu membeli kaos seharga 100 ribu. Tapi kalau dipikir, 100 ribu itu bisa untuk membiayai 2 bulan biaya sekolah adik asuh, atau 100 ribu itu bisa untuk membeli 3 kotak susu, kok rasanya tetap jadi mahal ya?

*

Atas alasan kemahalan itulah saya jarang bertandang ke Plaza Senayan. Tapi toh hari itu saya sampai juga disana. Segera saja saya dan Ono menuju ke bioskopnya yang ternyata letaknya sudah sedikit bergeser. Dengan bersemangat kami melihat jadwal film. Memilih-milih dan menetapkan akan nonton Fantastic Four yang main jam 15.40 wib. Sayang, saya tidak bisa menemukan keterangan harga tiketnya. Melihat suasana bioskop yang lux, saya mulai khawatir jangan-jangan masih mahal?

Setelah celingak celinguk sana sini, akhirnya kami bertanya pada petugasnya.
Berapa ya?
50 ribu.
Hooooo.... apanya yang sama dengan Plaza Semanggi!! Maka atas alasan kemahalan (dan mengapa saya sebut itu mahal telah dijelaskan sebelumnya), maka kami mengurungkan niat nonton di PS.

Alhasil, setelah makan siang di foodcourt, kami menuju ke Plaza Semanggi. Mengabaikan informasi dari teman saya bahwa di Semanggi hanya diputar Transformer.

Namun sebelumnya kami shalat dulu di PS. Jujur, saya belum pernah menggunakan mushalla PS yang konon bagus itu. Dan ternyata si konon memang benar. Mushallanya bagus, bersih dan nyaman.

Kemudian kami pun ke Semanggi naik bus. Sayang, kali ini kami tidak kebagian tempat duduk. Sampai di Semanggi kami segera mengecek ke 21. Teman saya salah. Ada 2 film diputar di 21 Semanggi: Transformer dan Die Hard 4.0. Sayangnya, Die Hard itu untuk midnight! Sedangkan Transformer sudah saya tonton.

Halah halah. Kalau tadi di PS saya tidak jadi nonton karena percaya omongan teman saya, maka di Semanggi saya tidak jadi nonton karena tidak percaya omongan teman saya.

Ya sudah, tidak jadi nonton, kami ke Gramedia saja. Buat saya Gramedia itu cukup menghibur karena bisa curi-curi baca tanpa membeli. Hehehe..

Setelah berputar-putar beberapa saat di Gramed, maka kami pun putuskan untuk pulang. Sebelumnya, kami shalat dulu. Dari mushalla PS yang super, mushalla Plaza Semanggi pun jadi terlihat agak kumuh.
Sebagai seorang muslim yang menggunakan fasilitas tersebut, otomatis saya jadi merasa lebih dihargai di Plaza Senayan.

*

Kadang saya suka kesal ketika menemukan sebuah tempat yang mewah hanya mampu menyisakan ruangan 2x3 meter untuk keperluan shalat. Ditambah suasana yang pengap, bikin saya ingin cepat-cepat keluar. Mushalla menjadi suatu tempat yang seadanya saja lah. Yang penting ada.

Padahal, bukannya mayoritas penduduk Indonesia itu Islam ya? Apa karena ekberadaan mushalla itu tidak dapat memberikan profit secara langsung ya?

Padahal, seperti Plaza Senayan yang men'service' pengunjungnya dengan mushalla yang nyaman, hal itu sudah pasti akan menjadi nilai plus tersendiri. Kan, jadi ada perasaan diakui. Iya nggak, sih?

*

Hari menjelang malam ketika saya dan Ono keluar dari Plaza Semanggi. Dari pintu Semanggi saya dapat melihat pemandangan kota Jakarta dengan gedung-gedung pencakar langit dan jalan layang yang dipenuhi mobil. Di saat seperti ini, Jakarta terlihat tak ada bedanya dengan Berlin. Kalau begini, mungkin benar juga kata Ono. Dia bilang, orang luar melihat Jakarta atau Indonesia sebagai bangsa yang cukup kaya dan kuat. Lihat saja berapa gedung pencakar langit yang ada di Jakarta. Berapa ribu mobil yang berlalu lalang tiap jam nya. Bukan sembarang mobil lama seperti yang banyak ada di Ethiopia. Tapi mobil-mobil keluaran baru. Yang harganya ratusan juta itu. Kata Ono lagi, mungkin mereka tidak tahu saja bagaimana kondisi bus kota kita.

Akhirnya, atas desakan saya yang sedang rewel dan manja, maka kami pulang dengan menggunakan taksi. Saya sudah capek keliilng kota pakai bus. Mau naik taksi saja biar cepat sampai.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...