Nov 17, 2010

Broken Heart

In the beginning of my relationship with my boyfriend, about one year ago, I secretly prayed for the relationship going well. No more broken heart, I have wished.

Well, my boyfriend has been very great. Not once he ever breaks my heart. The thing is, I didn't realize that not only my significant other who is able to break my heart. Friend too. A very best friend, especially.
When your best friend says that she couldn't make friend with you anymore because she doesn't trust you anymore, it breaks your heart.

I start to have the usual rhyme. Memories keep flashing back. The wondering of what-if-I've-done-this-differentlys.
However, as in love relationship, you also need to know when to let go. In the end, every relationship needs two to tango. If one person says she/he doesn't want to dance it anymore, you just have to let it go. Do your partner a favor by unchain them from so-called uncomfortable relationship.

Finally, just like people always say, if you are meant to be together, destiny will find a way to bring you both there again.

Twenty-two



When she was 22 the future looked bright
But she's nearly 30 now and she's out every night
I see that look in her face, she's got that look in her eye
She's thinking how did I get here and wondering why

It's sad but it's true how society says her life is already over
There's nothing to do and there's nothing to say
'Til the man of her dreams comes along
Picks her up and puts her over his shoulder
It seems so unlikely in this day and age

She's got an alright job but it's not a career
Whenever she thinks about it, it brings her to tears
'Cause all she wants is a boyfriend, she gets one night stands
She's thinking how did I get here, I'm doing all that I can

It's sad but it's true how society says her life is already over
There's nothing to do and there's nothing to say
'Til the man of her dreams comes along
Picks her up and puts her over his shoulder
It seems so unlikely in this day and age

It's sad but it's true how society says her life is already over
There's nothing to do and there's nothing to say
'Til the man of her dreams comes along
Picks her up and puts her over his shoulder
It seems so unlikely in this day and age


22 - Lilly Allen

Oct 31, 2010

Lamunan Jalanan Pohon Jati

Ini adalah salah satu kebiasaan saya yang telah berulang kali diprotes oleh adik perempuan saya. Ketika saya berada di mobil, tidak menyetir, saya tidak akan memperhatikan jalan. Saya tidak akan ingat berapa lampu merah yang terlewati, apakah di perempatan terakhir kami belok kiri atau kanan atau terus atau putar balik, apakah gedung tinggi eksentrik telah dilalui, pendeknya saya bengong, melamun. Inilah mengapa saya sulit menghapal jalan. Dan ini jugalah yang seringkali menjadi akar pertengkaran saya dan adik perempuan saya.

Bukannya saya tidak berniat ya. Beberapa kali saya telah meniatkan diri kok, kali ini saya akan memperhatikan jalan! Namun 10 menit kemudian saya akan menemukan diri saya gelagapan karena kok tiba-tiba saya sudah ada di dunia lamunan? Dan ketika kembali ke dunia nyata, saya sudah sudah tidak tahu lagi ada di belahan dunia mana saya ini.

Hal ini terjadi tak terkecuali, bahkan lebih-lebih, dalam sebuah perjalanan panjang. Ketika saya melewati jalanan dua jalur yang panjang, dimana kanan kirinya pohon-pohon jati tinggi menjulang (sekarang sebagian besar sudah ditebang dan berganti pohon-pohon kecil). Ini bukan di Jakarta tentunya. Tidak usah berharap banyak. Setiap kali saya melewati jalan ini, lamunan saya akan melayang ke sebuah cerita yang saya dengar beberapa tahun lalu. Juru ceritanya seorang wanita sepuh berusia hampir 80. Ceritanya tentang masa lalu, ketika Indonesia baru merdeka kurang lebih 3 tahun.

**
Hari itu adalah hari Lebaran. Hari besarnya umat Islam, dirayakan dimana-mana sebagai penutup bulan puasa. Tak terkecuali di sebuah desa kecil di tengah pulau Jawa. Kalau menutup mata saya dapat membayangkan suasananya. Dingin, sejuk, orang-orang berbondong-bondong menuju balai desa atau mungkin masjid atau musola dengan pakaian terbaik yang mereka miliki. Tidak bagus mungkin, apalagi rapi, tapi lebih baik daripada pakaian yang mereka pakai sehari-hari. Saya tidak tahu persis sih. Seperti saya bilang, ini hanya bayangan saya.

Orang-orang desa, sepanjang saya perhatikan, merayakan Lebaran dengan lebih ‘meriah’. Bukan berarti pakaian mereka lebih indah, kue nastar mereka lebih banyak, angpau mereka lebih besar atau apa. Tapi terlihat lebih niat. Ya, itu kata yang benar. Mereka memaknai Lebaran sebagai hari yang sangat spesial. Mungkin karena tak banyak hari spesial yang mereka punya dalam setahun. Ini hanya pengamatan saya saja lho.

Kembali ke lebaran sekian puluh tahun lalu. Kali itu lebaran tidak berakhir dengan sukacita, meskipun awalnya demikian. Pada masa itu Jepang sudah angkat kaki dari Indonesia. Yang kembali adalah tentara Hindia Belanda di bawah bendera KNIL.

Usai shalat Ied, usai makan ketupat, kira-kira setelah Dzuhur terdengar 2 kali tembakan. Belanda akan datang. Konon, mencari seorang bernama Hizbullah(atau semacamnya) yang telah getol melawan Belanda. Para laki-laki buru-buru disuruh kabur ke gunung oleh warga desa. Tak terkecuali ketua desanya yang kebetulan juga anggota Masyumi. Dibekali uang 20 talen uang 25 sen oleh istrinya, kaburlah si ketua desa bersama para laki-laki lain.

Menjelang sore Pak Ketua Desa malah kembali ke rumah. Tak tega ternyata hatinya meninggalkan istri dan anak-anaknya. Apalagi anak bungsunya baru berusia satu bulan. Dikembalikannya 20 talen uang 25 sen kepada istrinya. Untuk makan di rumah, ia bilang.

Saat itu Belanda sudah masuk desa. Tembakan terdengar dimana-mana. Sudah terkepung dan tak ada jalan keluar. Digiringlah Pak Ketua Desa bersama 51 pria desa lainnya ke bawah sebuah jembatan kecil di pinggiran desa tersebut. Dari atas jembatan tentara Belanda memberondongkan pelurunya. Bau mesiu merebak, tak lama bercampur juga dengan bau anyir.

Pak Ketua Desa yang sekarat digotong kembali ke rumahnya. Tidak mengerti saya siapa yang menggotong, mungkin warga desa lain yang lolos dari pembantaian. Kakinya sudah patah dan peluru-peluru sudah bersarang di badannya. Konon, 16 butir peluru.

Pak Ketua Desa pun meninggal tak lama setelahnya. Demikian juga 51 orang yang diberondong peluru di bawah jembatan sore itu.
**

10 tahun setelahnya si anak sulung Ketua Desa, yang di saat kejadian masih berusia 12 tahun, menikah dengan seorang pemuda yang ditemuinya di Purwokerto namun ternyata juga berasal dari desa yang sama. Setahun setelahnya ia melahirkan anak pertama, yang disusul anak kedua dan ketiga.

Beberapa tahun lalu, puluhan tahun setelah kematian bapaknya, ia menceritakan kisah ini kepada saya. Kisah yang mengingatkan saya bahwa penjajahan itu nyata, bukan hanya dongeng karangan yang melegenda. Kisah yang saya lamunkan setiap melewati jalanan dua jalur yang panjang, dimana kanan kirinya pohon-pohon jati tinggi menjulang. Jalanan yang saya lewati setiap kali saya akan berkunjung ke rumahnya.


Oct 24, 2010

Changes

Saya suka suara ketukan ketika jari saya menghantam keyboard laptop, apalagi kalau dalam kecepatan tinggi.
Tentunya tidak ketika menulis blog. Kalau lagi nulis blog banyak pausenya, mikir dulu kelanjutan abis ini apa yaa. Hahahaha. Kalau lagi chatting tuh, seru sekali. Udah materi chattingnya seru, ditambah background suara cetak-cetuk ini bikin saya makin senang.

Eh, sudahlah. Saya bukannya ingin membahas obsesi aneh saya.

Last night, I watched Eat, Pray, Love with my boyfriend. During the movie, I kept having this thought inside my head: nothing could go wrong in this life anyway.

Entah apakah itu filmnya, atau apakah beberapa kejadian belakangan ini yang mencetuskan ide tersebut. I just heard that a friend of mine just quitted her job to join a program called Indonesia Mengajar. She will be (or she has been? I don't know) sent to remote area in Indonesia to teach elementary kids for one year.
Some might say she had lost her mind. Quitting a job with decent salary to teach some place we can't even point at on the map?
Tapi buat saya, what the heck, it's only one year! One year of so many years we have and maybe will going through. Next year, she can decide her next move. Maybe teaching again, or maybe coming back to corporate life, who knows...

The point is, yes life's short, yes we live only once, yes we can't undo the past, but that doesn't mean that we have to be extremely careful analyzing, planning our every move.
Saya jadi ingat sebuah quote dari novel-nya Sophie Kinsella, Undomestic Goddes. "Sometimes you don't need a goal in life, you don't need to know the big picture. You just need to know what you're going to do next"

Well, that's quite extreme "don't need a goal in life". Maybe you have the rough plan, the blurry picture of your life in the next 20 or 30 years. But plan, unlike the past, is changeable. Some things we need to be 100% (ok, at least 90%) sure at, some other things we just go on with it and see what happen then.
Because, here's the thing, nothing could go really wrong in life. We can always fix them. We can always stop and take different paths.

Sep 19, 2010

Until you have it

You don't know what you have until it's gone.
Begitu katanya. Kata-kata bijak klasik yang telah berjuta-juta kali disampaikan antar manusia. Dari ibu ke anaknya, dari kakak ke adiknya, dari sahabat ke sahabat, dari para pesohor kepada para pemirsanya. Berjuta-juta kali pula, mungkin, selama sejarah kehidupan manusia, kata-kata tersebut terbukti kebenarannya.

Saya tak meragukan kebenaran dari kata-kata itu. Mengalaminya pun beberapa kali sudah. Tapi saya juga meyakini sesuatu yang lain, you don't know what you're missing until you have it.

**

Jakarta, kawan, adalah tempat saya tinggal dan bekerja. Saya hidup di kota ini. Sungguh pun kota ini dikecam berbagai pihak untuk beragam alasan, toh buat sekian juta penduduknya, Jakarta tetap opsi terbaik. Terbukti mereka, atau kami, masih bertahan berada di kota ini.

Lama sudah saya berhenti mengeluh berat tentang kota ini. Ibarat menikah, saya sudah terima for better for worse, baik buruknya saya telan saja. Saya tinggal di pinggiran Jakarta Timur sementara kantor saya berlokasi di Jakarta Pusat. Lelahkah tiap hari bolak-balik rumah-kantor dengan kondisi jalanan macet? Lelah sedikit. Tapi sudahlah, hal itu sudah menjadi bagian hidup saya yang saya anggap wajar.

Berkat efek lebaran, Rabu minggu lalu untuk pertama kalinya saya hanya hanya menghabiskan 45 menit dari rumah ke kantor. Itu pun masih mampir dulu ke Halim mengantar Mama. Jadi kalau saya tidak pakai ke Halim, ya kira-kira 30 menit lah. Sampai di kantor masih jam 8 padahal jam masuk kantor seharusnya jam 9.
Esoknya, saya baru berangkat dari rumah jam 8 lewat. Lagi-lagi, tidak sampai satu jam, pukul 9 kurang 10 saya sudah ongkang-ongkang kaki di kantor.

Saya tak bermaksud hiperbolis, tapi sungguh ini seperti mimpi saja. Saya bahkan tidak tahu hal seperti ini mungkin terjadi di hidup saya di Jakarta. Ternyata rumah saya tidak jauh kok. Ternyata cukup 30 menit saja.
Sore hari pun jalanan sangat bersahabat. Mobil, bis, motor melaju lancar. Sampai di rumah dengan hati yang ringan (bukannya selama ini saya pulang dengan hati berat, tapi saya tidak tahu bahwa hati saya bisa seringan ini setelah menembus jalanan Jakarta).

Betapa jauh lebih ringannya, jauh lebih mudahnya hidup ini tanpa macet di jalan. Seperti ada di kehidupan yang lain.
Then I got terrified when I realized: God, what have I been missing this whole time??

Aug 17, 2010

Dementor


Dalam novel terbarunya, Cinta: Sebuah Rumah Untuk Hatimu, Ollie memunculkan perumpamaan dementor untuk seorang tokoh. Anda yang pernah baca dan nonton Harry Potter, tentu tahu dong apa itu dementor. Kalau Anda tidak tahu, coba saya kasih sedikit gambaran.

Dalam cerita Harry Potter, tersebutlah penjara sihir bernama Azkaban. Penjara ini sungguh menakutkan. Apa yang bikin penjara ini menakutkan?
Karena penjara ini dijagai oleh para dementor.
Apa yang menyebabkan dementor menakutka
n?
Karena dementor adalah makhluk yang doyan menyantap perasaan bahagia manusia. Ia senang menyedot energi-energi positif hingga manusia-manusia yang diserangnya hanya memiliki perasaan negatif dan putus asa.
Kembali lagi ke novel terbaru Ollie, tersebutlah Bu Ivan yang disebut sebagai dementor. Bu Ivan adalah tipe orang yang sering kita temui di kehidupan sehari: pengeluh, hobi menjelekkan hal-hal disekitarnya, intinya kemana pun ia pergi suasana menjadi gloomy, harapan terasa begitu jauh di awang-awang.

Saya terkikik-kikik ketika membaca bagian ini. Karena perumpanaan dementor ini oh so true!
Tentu saja kecewa, sedih, marah, kesal, paranoid adalah emosi-emosi yang natural ada dalam diri manusia. Rasanya tak pernah ada satu hari pun lewat tanpa satu pun emosi negatif mampir. Jakarta macet, jalanan becek, pekerjaan menumpuk, data belum siap, orang terlambat, minuman tumpah, komputer nge-hang, sebut saja, begitu banyak peristiwa yang bisa memancing berbagai emosi negatif.

That's the reality. Life is not always fun. Bear with it!
Saya selalu ingat kata-kata seorang teman: kita tidak bisa menolak emosi yang datang pada diri kita, tapi kita selalu bisa memilih bagaimana kita akan meresponnya.
Dan sungguh melelahkan bukan menghadapi orang-orang yang selalu merespon dengan makian, keluhan, tudingan, dsb?
Yang bikin paling gemas dari pada dementor ini adalah, ketika mereka mengeluh tentang keadaan, ya hanya itu yang mereka lakukan. Bukannya mencari solusi atau paling tidak berusaha mencari jalan keluar bagi dirinya untuk keluar dari situasi itu. Mereka bahkan tidak berusaha menyesuaikan dirinya dengan keadaan.
Dan yang paling berbahaya adalah mereka berusaha mencemari orang-orang di sekitarnya dengan virus-virus negatif ini. Ada bedanya antara memperingatkan dengan mencemari. Memperingatkan hanyalah mengungkapkan akibat-akibat yang mungkin terjadi atas suatu tindakan. Mencemari bertindak lebih jauh lagi, berusaha menanamkan pola pikir yang sama, kenegatifan yang sama diri orang lain.

Saya sendiri merasa bahwa para dementor ini menyukai drama. Semakin dramatis keadaannya, semakin senanglah mereka. Yah mereka punya pekerjaan paling buruk di dunia, yah mereka punya bos paling kejam sedunia, yah mereka punya hidup yang paling sulit di dunia, yah mereka punya adik paling rese sedunia. Drama drama drama.

Kadang-kadang ada juga tipe dementor yang hobinya mensabotase diri sendiri. Mereka mengeluh, kita tawarkan solusi, mereka bilang "tapi kan...". Satu dua tiga kali mungkin masih oke. Tapi kalau sudah 10 kali terjadi. Mereka terus-terusan datang dengan masalah yang sama. Terus-terusan menolak berbagai saran yang diberikan. Ah ya sudahlah. Pada satu titik saya hanya mendengarkan (masuk telinga kiri keluar kanan) tanpa komentar apa-apa.
Karena kalau ditanggapi terus, berempati terus menerus, lama-lama saya jadi merasa oh mama oh papa kejamnya hidup ini.


Ih, saya terdengar benci sekali dengan para dementor ya? Hahaha.
Padahal mungkin juga ada masa-masanya sih saya yang jadi dementor. Tapi iya sih, dementor-dementor itu menyebalkan. Saya tidak benci kok, cuma tidak ingin punya urusan saja. Cukup kenal dan saling sapa saja.


Aug 14, 2010

Blora

Boss (B): "Wow, he was born in Blora"
Ia menunjuk pada data seseorang.

Me (M): "Sorry?"

B: "Blora. He was born in Blora. Do you know Blora?"

Blora yang ga jauh dari Jalan Imam Bonjol itukah maksudnya? Blora yang ada XTrans-nya?
M: "Uh... No.."

B: "Really? It's a famous place in Indonesia. Pramoedya (Ananta Toer) was born there"

M: "Uhm... Do you mean Blitar?"

B: "No. No. Blora. It's very famous. One of Pramoedya's book is about this town: Gadis Pantai"

M: "Hmm, I haven't read that one"

B: "It's about his grandmother who came from Blora. And Pramoedya was born there same like this person"

M: "Oh, okay.."


Rasanya pengen gali lubang dan mengubur diri di tempat.

Bos saya bukan orang Indonesia, ia adalah orang Amerika.
I wish I could say that he has been living in Indonesia for a long time, but I couldn't. Ia tidak pernah tinggal di Indonesia. Saat ini ia tinggal di Singapore dan hanya beberapa hari dalam sebulan ia ke Indonesia.
I wish I could say that his wife is an Indonesian, but I couldn't. Istrinya bukan orang Indonesia.

Ah, saya malu sekali. Bagaimana ia bisa tahu tentang sebuah kota di negara saya, yang saya tidak tahu. Bagaimana ia bisa lebih fasih bercerita tentang Pramoedya Ananta Toer.

Malam itu begitu sampai rumah saya langsung mengambil salah satu buku Pramoedya dan membaca biografi singkatnya.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...