Mar 4, 2007

ditolak

Cerita di bawah ini sudah terjadi beberapa bulan yang lalu, dan juga sudah ditulis beberapa bulan yang lalu. Namun karena satu dan lain hal, saya diminta untuk menunda publishingnya di blog.

*

Beberapa menit telah berlalu sejak adzan Maghrib. Langit sudah gelap, hujan gerimis turun membasahi. Dari gedung UPT, saya dan dua orang teman saya berlari-lari kecil ke arah gedung SBM (School of Business and Management). Tiba di pintu belakang SBM, kami mendapati pintu terkunci berikut sebuah tulisan “DITUTUP”. Sudah tanggung untuk memutar balik menuju mushalla HIMATIKA. Kami pun memutar menuju pintu depan SBM. Pasrah berhujan-hujanan lagi. Dari jarak beberapa meter dari pintu depan, sudah terasa udara dingin air conditioner. Sebelum masuk, saya dapat melihat seorang satpam dan beberapa pegawai SBM sedang duduk-duduk di dekat pintu depan. Tak ada pikiran apapun dalam kepala saya. Ini bukan kali pertama saya datang ke SBM sekedar untuk numpang shalat atau toilet. Maklumlah, mushalla dan toilet SBM memang terbilang jauh lebih terawat daripada tempat lain di kampus ini (mungkin hanya bisa dibandingkan dengan toilet Campus Center). Ditambah lagi letaknya yang persis di belakang gedung Teknik Industri dan UPT.
Toh, saya mahasiswa ITB. SBM bagian dari ITB. Berarti tidak salah dong kalau saya memanfaatkan salah satu fasilitas kampus? Begitu pikir saya.
Namun sayang sekali, entah karena penampilan kami yang agak mengenaskan (sendal jepit becek berikut bawaan kantong kresek hitam, berisi Nescafe dan pillow cheese, dan pakaian yang agak basah) atau memang sedang sial, begitu kami masuk ke pintu utama SBM, sang satpam langsung menghampiri dan bertanya, ”maaf Mbak, dari jurusan mana?”
”TI”, jawab saya. Saya mulai merasakan ketidakberesan. Sejak kapan asal jurusan menjadi penting untuk masuk ke dalam SBM? Jangan-jangan selintingan yang sering saya dengar tentang larangan mahasiswa non-SBM masuk ke gedung SBM itu benar...?
Tak perlu lama saya menebak-nebak, ”maaf Mbak, kalau bukan mahasiswa SBM tidak boleh masuk”, si satpam melanjutkan.
Hah?HAH? Tunggu tunggu, pikir saya. Tidak boleh masuk??
”Kita cuma lagi nyari tempat paling deket buat shalat aja kok pak. Soalnya di luar kan hujan juga”, ujar saya, bukan untuk mempersuasif tapi lebih untuk mengungkapkan keheranan saya.
”Wah, bukan maksudnya kita menghalangi untuk shalat. Tapi udah aturannya dari atas begitu mbak”, ujar si satpam lagi.
”Aturan dari dekannya?”, tanya saya.
”Iya mbak”
Saya nyaris tidak percaya ini. Saya jadi ingat, beberapa kali saya mengajak teman saya non SBM untuk shalat di SBM, beberapa dari mereka kadang bertanya ”emangnya gapapa min?”. Dan saya jawab, ”ya gapapalah. Emang kenapa? SBM kan ITB juga. Sama aja kayak kita shalat di Matematika kan?”. Kadang ada juga yang menanggapi dengan, ”yah, tapi gue lagi ga rapi nih. Malu ah”, yang bikin saya gemas.
(Ketika itu) bukan SBM nya yang bikin saya gemas. Tapi orang-orang yang merasa dirinya tidak ’pantas’ untuk masuk gedung SBM. Saya tidak suka dengan sikap pengecilan diri sendiri ini. SBM bukan istana kali. Orang-orangnya pun bukan dewa. Masa hanya karena kita naik angkot, berkaos, dan tidak pakai barang bermerk, lantas merasa lebih rendah?
Dan setahu saya pun, teman-teman yang saya kenal di SBM juga bukan orang-orang picik yang suka merendahkan orang lain hanya karena outfit atau materi. Dulu saya pikir konyol kalau ada yang berpikir ada larangan masuk SBM. Sekarang tampaknya justru saya yang harus mengakui kekonyolan saya.
Kembali ke malam itu, dengan agak kesal saya bertanya kepada si satpam, ”memang apa bedanya SBM sama jurusan lain? Saya biasanya shalat di jurusan lain juga ga masalah”. Saya tidak terlalu mendengarkan jawabannya, karena itu hanya pertanyaan retoris buat saya. Bukan salah si satpam ini, saya tahu. Ia hanya menjalankan tugasnya. Dan mungkin di salah satu job desc nya ada sebuah poin yang menyatakan ”menanyai setiap orang yang tidak dikenal. Bila bukan mahasiswa atau pegawai SBM atau tidak ada keperluan yang penting, jangan diperbolehkan masuk”.
”...jadi memang sudah aturannya begitu..”, si satpam menjelaskan sementara kedua teman saya bertanya entah apa sedangkan saya sibuk dengan pikiran saya sendiri. Ya sudahlah, saya tak ingin memohon. Lagipula waktu Maghrib mulai mendekati akhir.
”Ya udahlah, kita shalat di Matematika aja”, saya ingin segera beranjak dari sana. Tiba-tiba udara air conditioner nya terasa terlalu menggigit.
”Maaf ya mbak”, ujar si satpam.
Saya tersenyum dan menjawab, ”yah lain kali saya ngomong dulu sama dekannya deh”, sambil melangkah keluar.
Di luar masih hujan dan langit semakin gelap. Lagi, kami berpasrah diri berhujan-hujan menuju mushalla HIMATIKA. Masih dengan bersandal jepit, kantong kresek hitam dan pakaian yang semakin basah, untungnya kali ini tidak berakhir dengan penolakan.

*

Tidak ada maksud apa-apa bila akhirnya saya mempublish tulisan ini. Semata mata hanya karena tiba-tiba saya menemukan file ini ketika merapikan folder-folder di laptop, dan ingat kalau saya pernah berjanji akan mempublishnya.
Supaya tidak berat sebelah, mungkin saya bisa tambahkan : aturan pelarangan masuk itu ternyata memang efektif menurunkan tingkat kehilangan di SBM (menurut pengakuan dekan dan satpam SBM).
Oya, satu lagi : benar kata teman saya kalau dekan SBM memang ramah dan menghargai mahasiswa.

3 comments:

  1. Soeharto dulu kurang ramah apalagi. Kemana-mana tersenyum!

    Tapi kita tahu, ada ketidaksesuaian antara senyum dan perbuatan ;)

    ReplyDelete
  2. Anonymous9:55 PM

    Min, maaf ya kalau aturan SBM menghalangi ibadah. Tapi sebagai orang yang lokernya dibongkar,gw sebenernya setuju sama aturan itu.
    Mungkin karena waktu itu banyak banget yg kehilangan jadi shortcutnya adalah meminimalisasi akses.

    Tapi setahu gw sih kalo ke perpus/shalat/ ada kepentingan sih boleh-boleh aja masuk. Soalnya gw sering juga liat mahasiswa jurusan lain di SBM. Jadi sekali lagi maaf, tapi sebenernya sih kalau masih mau ke sbm tinggal sms gw aja dulu.Hehe..

    btw, nama belakang gw christayanie min, bukan christiyani..(g penting sih)

    kethy

    ReplyDelete
  3. Yg bener itu Kristianti.

    Btw, link blog gue gak pake 'kramput' di depannya. Nggak kok, gue gak ada hubungan apa-apa sama si Ikram...

    ReplyDelete

Humor me. Drop some comment.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...