Mar 24, 2009

Berharap

Ada hal menarik yang saya temukan pada buku Tea for Two nya Clara Ng. Disebutkan disitu tentang percobaan yang dilakukan oleh Skinner (saya cukup yakin percobaan ini nyata). Dua ekor burung merpati masing-masing ditempatkan pada kotak yang berbeda. Pada masing-masing kotak terdapat tuas yang dalam menyalurkan makanan. Bedanya, pada kotak pertama, tiap kali tuas ditekan, merpati di dalamnya akan memperoleh makanan. Sementara pada kotak kedua, apabila tuas ditekan, kadang-kadang merpati di dalamnya memperoleh makanan, kadang-kadang tidak. Random.

Setelah beberapa saat, makanan disingkirkan sehingga tidak satupun merpati akan memperolehnya lagi. Merpati pertama berhenti menekan tuas setelah beberapa kali kegiatan itu tak lagi memberikan hasil baginya. Sementara merpati kedua terus menerus menekan tuas, tanpa sadar bahwa apa yang diinginkan sudah tak lagi ada, hingga akhirnya mati kelelahan.

Kasihan ya?

Merpati kedua. Ia tidak tahu kapan harus berhenti berharap dan menghabiskan energi pada sesuatu yang sebenarnya tak ada.

Bukan hal yang mudah, ya kan? Berhenti berharap.
Ketika usaha demi usaha yang dilakukan tak memberikan hal yang diharapkan, ada dorongan untuk.. berusaha lagi. Mungkin hanya satu usaha lagi yang diperlukan. Satu lagi. Satu lagi. Hingga akhirnya jadi terlalu banyak. Ketika sudah terlalu banyak, rasanya malah semakin sayang untuk mengakhiri.

Saya pernah mengalami seperti itu. Beberapa teman saya pun, sok taunya saya, juga ada yang mengalaminya. Tentu saja memiliki harapan itu baik, sangat baik. Saya juga orang yang senang berharap macam-macam. Namun ada beberapa harapan yang di luar kendali kita.
Misalnya harapan besok cuaca cerah. Atau harapan agar orang lain berubah sifat. Terobsesi pada harapan yang di luar kendali kita, menurut saya, bisa bikin gila.

Saya menulis ini ada pemicunya. Salah seorang teman saya, sepertinya saat ini sedang mengharapkan perubahan pada diri orang lain. Saya sungguh bersimpati padanya. Saya bayangkan perasaan menginginkan sesuatu begitu besar namun tak banyak hal yang dilakukan bisa membawanya lebih dekat pada harapan itu. Menyiksa.

People don't change, kalau kata orang bule. Saya tidak suka kalimat itu, dan tidak pernah sepenuhnya setuju. Most people don't change, itu lebih baik. Dan sebagian kecil yang berubah saya rasa tidak melaluinya dalam kejapan mata dan tidak mudah. Mengutip Batari, tidak semudah membalikkan kura-kura.

Sulit memang untuk mengakui bahwa apa yang kita harapkan tidak akan terjadi. Menyakitkan juga. Mungkin karena itulah terasa lebih enak untuk memelihara harapan itu. Meskipun itu berarti merelakan mendapat sesuatu yang kurang dari apa yang pantas diperoleh.

Anyway, saya jadi ingat salah satu adegan di Grey's Anatomy ketika Ibunya Preston Burke bicara pada Derek:
Do you know when to walk away?
Do you know when not to take less than you deserve?

If you do then you're an honorable man.

4 comments:

  1. min, kata ikram membalikkan kura-kura itu susah. dicakar-cakar.
    tapi, gue nyoba sekali membalikkan kura-kura di rumah gampang kok.

    *lost focus

    ah iya ya, kasihan merpati kedua.
    mungkin daripada mengharapkan orang lain brubah, mending kita aja menyesuaikan diri. kalo nggak bisa, ya jangan dipaksa. ahay. ini ngomong emang gampang ya gue.

    miin, gue mau nulis wisata semarang, udah nulis setengah kehapuuuuuuuus. kesel sel.

    ReplyDelete
  2. baruu ya layoutnya. bagusan ini min.

    ReplyDelete
  3. Anonymous7:25 PM

    untungnya manusia dikasi akal dan pikiran, jadi gak kayak merpati nasibnya. hehehe

    yup setuju sama batari.
    suka kursi merahnya daku..

    ReplyDelete
  4. @bat: ayooo baaatt... tulis lagiii. hihihihi. bagus ya? gue ngabisin setengah hari nyarinya. dasar pengangguran.

    @ray: hoho.. terimakasih looh..

    ReplyDelete

Humor me. Drop some comment.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...