May 18, 2007

Apa Budaya Kita?

Malam dua hari kemarin saya berniat pulang ke jakarta dengan XTrans. Hari ini penuh sampai malam, demikian kata operatornya melalui telepon.
Tapi saya harus pulang. Sudah kepalang janji. Ya sudah, saya nekat saja datang kesana sebagai waiting-list.

Begitu saya datang, ternyata suasana sedang 'ricuh'. Bukan hanya karena padat oleh calon penumpang (maklum, mau long weekend)tapi juga karena seorang pemuda, kira-kira seumuran saya, sedang marah-marah pada resepsionis (apa ya sebutan untuk orang2 yang memberikan tiket ke kita itu?). Dari yang saya dengar, saya menangkap beginilah kejadiannya :

Si Pemuda dan Pacarnya telah memesan 2 tiket melalui telepon untuk jam tertentu. Sayangnya, mereka tidak sampai di pool tepat pada waktunya alias terlambat dari jadwal. Mereka terlambat karena jalanan macet. Di jalan, mereka telah berusaha menghubungi Xtrans untuk membeitahukan keterlambatan mereka namun karena suasana sedang ramai, dering telepon tersebut tidak terdengar oleh pegawai Xtrans. Ketika pada waktu yang dijadwalkan kedua orang ini belum datang juga, maka pegawai Xtrans memberikan satu tiket kepada seorang waiting list yang telah menunggu.Ketika akhirnya kedua orang ini datang, ternyata kendaraan yang seharusnya mereka tumpangi juga belum terlambat. Marahlah kedua orang ini. Kenapa tiketnya diberikan kepada waiting list padahal ketika mereka datang pun kendaraan belum berangkat? Demikian kira2 kata si Pemuda.
Sang pegawai Xtrans pun tak mau kalah. Anda kan terlambat dari jadwal yang ditetapkan, oleh karena itu memang sudah ketentuannya kalau tiket tersebut dapat diberikan kepada orang lain yang telah menunggu terlebih dahulu disini! Begitu ujar si Pegawai.

Adu argumen tersebut berulang-ulang begitu terus. Semakin seru ketika si Pacar ikut bergabung dan ikut marah-marah pada para pegawai. Saya tak tahu siapa yang benar. Tapi yang jelas kedua belah pihak sama-sama 'terlambat dari jadwal'. Si Pemuda dan Pacar terlambat sampai. Sedangkan pihak Xtrans, terlambat memberangkatkan kendaraannya.

Saya jadi ingat pembicaraan saya dengan seorang teman beberapa hari sebelumnya, terkait dengan budaya terlambat ini. Teman saya yang bercerita, saya sih hanya mendengarkan.

Ada seorang dosen saya yang tak ambil peduli ketika mahasiswanya datang terlambat. Gaya mengajarnya pun terkesan bebas dan ekspresif. Kadang sambil duduk di atas meja. Kadang juga ditambah dengan menyandarkan kakinya di meja mahasiswa baris depan yang kosong. Dosen ini menggunakan banyak asisten untuk membantunya. Baik untuk membuat slide di kelas hingga membuat soal ujian.

Ada seorang dosen yang lain. Kalau terlambat pada kuliahnya, lebih baik tidak usah masuk saja. Kalau nekat, resikonya ia bisa mengadakan kuis dadakan untuk seluruh kelas. Sepanjang pelajaran mahasiswa 'dipaksa' menjadi perhatian. Kalaupun tidak kuat, tidur saja (kalau sial, paling-paling ketika bangun nanti akan disuruh mengerjakan soal atau disindir). Tapi jangan berani-berani mengeluarkan desisan selembut apapun, kecuali pada waktu-waktu tertentu ketika ia memperbolehkan mahasiswanya berdiskusi.

Salah seorang teman saya mengemukakan argumennya, tentang mengapa kedua hal tersebut dapat terjadi. Mudah saja, keduanya mengambil S2 atau S3 di negara yang berbeda. Dosen pertama lulusan Amerika. Dosen kedua lulusan Jepang.

Apakah budaya suatu negara memang sangat berpengaruh pada perilaku orang?
Kembali ke soal Xtrans tadi, akhirnya si Pemuda (yang mungkin pernah sekolah di Amerika) dan Pacar mendapatkan tempat setelah seorang pegawai mengusahakan dengan susah payah (nggak tau susah payah apa enggak sih, tapi dia berkali-kali mondar-mandir).
Apakah memang ini budaya negara kita? Permisif terhadap segala hal. Ya keterlambatan, ya korupsi, ya kemacetan, ya kemiskinan, dan lain lain.Apa lagi ya?

6 comments:

  1. Anonymous12:04 AM

    gaya kuliah di amerika/eropa: terserah lu mau dateng kuliah apa engga yang penting ujian bisa, absen ga pengaruh. Gaya mahasiswa terserah asal ga mengganggu jalannya perkuliahan ngapain aja boleh. Belajar mandiri sangat ditekankan, diskusi sama dosen sepanjang waktu. Mau lo debat sampe mabok sama dosennya, it's ok.

    Diindo? kayak anak sd absen harus min 80%.

    ReplyDelete
  2. hahaha,kaya kenal tuh mbak ama dosen situ..
    ;p

    ReplyDelete
  3. min, jangan ngomongin dosen sebelom nilainya keluar.. hehe

    ReplyDelete
  4. sawung : ga ada komen untuk kul gaya jepang? haha... kayaknya jaman SD dulu absen gue nyaris 100% deh..

    alia : ahhh.... engga kali al... perasaan ajaaa...

    atiek : huuuuuh.... sebalnya... selisih 0.2, tetep aja B. hah, senasib kita... ternyata dosen dari amerika ga seasik itu! haha..

    ReplyDelete
  5. kok kebalik ya di gw 'min...
    lo inget cerita dosen meracik gw L*** **SONG**-ajegile-maknyus-galaknya itu gak??
    itu lulusan Amerika.
    ada lagi dosen gw yang sering gw ceng2in ama Mia, abis sama2 pasrah kalo diapa2in...
    *hahaha
    itu lulusan Jepang.
    baaaah....
    kaya'nya tergantung orangnya itu mah, atau mungkin ada pengaruh genetik??? =p

    ReplyDelete
  6. Anonymous2:07 PM

    klo ttg kelakuan orang kita yang permisif sama hal yang "negatif" sih gw stuju min..
    cm klo itu gara-gara latar belakang budaya..hmm..agak kurang setuju gw..
    tapi (seperti biasanya) postingan yang menarik kok min^^!!

    ReplyDelete

Humor me. Drop some comment.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...