About a couple weeks ago, a friend of mine asked me a question, “Can you forgive, if you can’t forget?”.
The question reminded me of an episode in Sex and The City. I don’t really remember the details, but I am sure at the end of the episode, Carrie (the main character of the serial) asked the same question.
Well, can I?
At that time, I answered “Yes” to my friend.
Then my friend asked me again, “Is forgiving means that you act normally with that person as well as you did before that person upset you?”.
Well, hmm… “No”, I answered slowly.
“What is forgiving then?”.
I am not an angel, not even close. I know that forgiving is not as simple as saying “I forgive you” or sending SMS “Mohon maaf lahir batin” or putting a smile in my face. At least, I try to forgive. Though I know that perhaps it is not enough. Human are created with memories so they can put all their experiences in it. In my case (and maybe my friend’s case), some memories are just too hard to erased.
To forgive or not, that’s our choice. Of course, I could have chosen to keep my anger forever. But then, what is it for me? None. My anger could not turn back the time or save me from pain. It would only turned me become a ‘dark’ person. So I chose to forgive to keep my soul ‘pure’.
What is forgiving, then?
“It means, you accept that once in your lifetime, someone has done something cruel to you, but you just keep going with your own life instead of thinking and regretting about it over and over again. And sometimes you don’t have to forget, so that you can learn how to protect yourself”.
I am not sure with my answer actually. But well, seemed that my friend was satisfied enough with the answer.
Dec 18, 2007
Dec 9, 2007
Bapak & Michael Buble
Akhir akhir ini saya suka sekali sama lagu Home yang dibawakan Michael Buble.
Entah kenapa.
Saking sukanya, saya hanya memasang satu lagu itu di playlist, sehingga saya bisa mendengarkannya berulang kali. Dari yang awalnya saya hanya ngeh bagian "let me go homee...", lama-lama jadi mengerti satu isi lagu itu.
Lalu, entah kenapa, saya jadi ingat Bapak yang saat ini bekerja di Addis Ababa, Ethiopia nun jauh disana (untuk Nadya yang nilai geografi nya 0 : Ethiopia itu di Afrika.).
Jangan bayangkan Addis Ababa itu daerah perang ya. Soalnya Addis Ababa yang merupakan ibu kotanya Ethiopia itu (menurut Bapak saya) adalah kota paling aman di Afrika. Mengalahkan Cape Town-nya Afrika Selatan.
Ini kalau saya perhatikan, terkait dengan sifat penduduknya yang sangat religius. Jadi, di Addis Ababa itu (entah apakah ini juga berlaku untuk seluruh Afrika), agama mayoritas adalah Kristen Ortodox. Dan agama ini, sangat setia dianut oleh para penduduk Addis Ababa. Bahkan, ketika suatu saat saya naik taxi, setiap kali taxi tersebut melewati gereja, si supir taxi akan langsung komat-kamit membaca doa dan diakhiri dengan membuat salib dengan gerakan tangannya (ngerti kan maksudnya?).
Jangan juga bayangkan Addis Ababa itu panas. Karena, Addis Ababa terletak di ketinggian 2500 meter di atas permukaan laut. Sebelum merasakan sendiri, saya juga tidak percaya. Tapi nyatanya, waktu saya kesana Juni kemarin, Addis Ababa jauh lebih dingin daripada Bandung.
Bandaranya pun tidak kalah canggih. Tapi kalau soal yang satu ini memang karena bandara yang ada di Addis Ababa itu (yang mana saya lupa namanya) memang pemberian dari Italia. Jadi standarnya pun standar Eropa.
Tapi sayangnya, infrastruktur yang oke punya itu melompong di dalam. Jadi di dalam bandara
itu banyak ruang nggak terpakai.
Sama juga dengan jalan rayanya. Biarpun jalan rayanya besar-besar, bahkan ada jalan layang juga, tapi mobil yang wira-wiri jarang sekali. Beda banget sama Jakarta.
Mobil yang ada pun kebanyakan mobil-mobil (supeer) tua. Mungkin keluaran tahun 70 atau 80 an.
Menurut Bapak saya, satu hal yang menyenangkan tinggal di Addis Ababa adalah karena living cost disana murah. Mata uang Ethiopia adalah Birr dan satu Birr sama dengan seribu rupiah. Untuk naik angkutan umum, cukup bayar setengah Birr atau 500 Rupiah saja!
Taxi? Dengan 50 Birr, Anda bisa carter taxi itu seharian!
Tapi, kalau jalan-jalan kesana mesti hati-hati. Soalnya, 25% penduduknya terinfeksi HIV. Bahkan ada survey yang bilang, setiap orang disana pasti punya minimal satu orang anggota keluarganya yang terinfeksi HIV. Ckckck.
Eh, kenapa jadi nglantur ngomongin Addis Ababa ya?
Jadi kembali lagi ke lagu Home nya Michael Buble. Mendengarkan lagu itu, membuat saya mengerti ketika Bapak bilang sering kangen rumah. Bapak pernah bilang, kalaupun nanti tempat kerjanya dipindah ke Eropa atau manapun, Beliau pasti akan tetap ingin pulang dan menghabiskan masa tuanya di Indonesia.
Ketika itu saya tidak mengerti. Kenapa? Bukankah enak tinggal di luar negeri?
Waktu itu beliau menjawab, "Memang benar kata orang, lebih enak hujan batu di negeri sendiri daripada hujan uang di negeri orang".
Kalau saya pikir-pikir lagi, mungkin Beliau kesepian. Tidak ada kami, lalu apa yang Beliau lakukan sepulang kerja? Apa yang meringankan langkahnya bila Beliau tahu hanya ada kamar kosong yang menunggunya?
Saya jadi merasa berdosa tidak selalu membalas emailnya hanya karena alasan sibuk. Padahal hanya butuh waktu 10 menit untuk membaca dan membalas emailnya.
Terlebih lagi saya merasa berdosa karena saya tahu, Beliau melakukan itu untuk keluarganya disini.
And I’m surrounded by
A million people
I Still feel all alone
Oh, let me go home
Oh, I miss you, you know
Is that how you feel, Pak?
Huff...
Subscribe to:
Posts (Atom)
The Other Blog
Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...
-
Have you ever watched kids On a merry-go-round? Or listened to the rain Slapping on the ground? Ever followed a butterfly's erratic flig...
-
[...karena satu dan lain hal, selama liburan ini gue ga bisa dihubungin lewat hp. maaf ya, buat sms2 lebaran yang ga akan terkirim...] here...
-
This afternoon, I was driving on Kalimalang road when a taxi in front of me suddenly stop. Naturally, I swerved to the right. Then a motorcy...