Aug 17, 2010

Dementor


Dalam novel terbarunya, Cinta: Sebuah Rumah Untuk Hatimu, Ollie memunculkan perumpamaan dementor untuk seorang tokoh. Anda yang pernah baca dan nonton Harry Potter, tentu tahu dong apa itu dementor. Kalau Anda tidak tahu, coba saya kasih sedikit gambaran.

Dalam cerita Harry Potter, tersebutlah penjara sihir bernama Azkaban. Penjara ini sungguh menakutkan. Apa yang bikin penjara ini menakutkan?
Karena penjara ini dijagai oleh para dementor.
Apa yang menyebabkan dementor menakutka
n?
Karena dementor adalah makhluk yang doyan menyantap perasaan bahagia manusia. Ia senang menyedot energi-energi positif hingga manusia-manusia yang diserangnya hanya memiliki perasaan negatif dan putus asa.
Kembali lagi ke novel terbaru Ollie, tersebutlah Bu Ivan yang disebut sebagai dementor. Bu Ivan adalah tipe orang yang sering kita temui di kehidupan sehari: pengeluh, hobi menjelekkan hal-hal disekitarnya, intinya kemana pun ia pergi suasana menjadi gloomy, harapan terasa begitu jauh di awang-awang.

Saya terkikik-kikik ketika membaca bagian ini. Karena perumpanaan dementor ini oh so true!
Tentu saja kecewa, sedih, marah, kesal, paranoid adalah emosi-emosi yang natural ada dalam diri manusia. Rasanya tak pernah ada satu hari pun lewat tanpa satu pun emosi negatif mampir. Jakarta macet, jalanan becek, pekerjaan menumpuk, data belum siap, orang terlambat, minuman tumpah, komputer nge-hang, sebut saja, begitu banyak peristiwa yang bisa memancing berbagai emosi negatif.

That's the reality. Life is not always fun. Bear with it!
Saya selalu ingat kata-kata seorang teman: kita tidak bisa menolak emosi yang datang pada diri kita, tapi kita selalu bisa memilih bagaimana kita akan meresponnya.
Dan sungguh melelahkan bukan menghadapi orang-orang yang selalu merespon dengan makian, keluhan, tudingan, dsb?
Yang bikin paling gemas dari pada dementor ini adalah, ketika mereka mengeluh tentang keadaan, ya hanya itu yang mereka lakukan. Bukannya mencari solusi atau paling tidak berusaha mencari jalan keluar bagi dirinya untuk keluar dari situasi itu. Mereka bahkan tidak berusaha menyesuaikan dirinya dengan keadaan.
Dan yang paling berbahaya adalah mereka berusaha mencemari orang-orang di sekitarnya dengan virus-virus negatif ini. Ada bedanya antara memperingatkan dengan mencemari. Memperingatkan hanyalah mengungkapkan akibat-akibat yang mungkin terjadi atas suatu tindakan. Mencemari bertindak lebih jauh lagi, berusaha menanamkan pola pikir yang sama, kenegatifan yang sama diri orang lain.

Saya sendiri merasa bahwa para dementor ini menyukai drama. Semakin dramatis keadaannya, semakin senanglah mereka. Yah mereka punya pekerjaan paling buruk di dunia, yah mereka punya bos paling kejam sedunia, yah mereka punya hidup yang paling sulit di dunia, yah mereka punya adik paling rese sedunia. Drama drama drama.

Kadang-kadang ada juga tipe dementor yang hobinya mensabotase diri sendiri. Mereka mengeluh, kita tawarkan solusi, mereka bilang "tapi kan...". Satu dua tiga kali mungkin masih oke. Tapi kalau sudah 10 kali terjadi. Mereka terus-terusan datang dengan masalah yang sama. Terus-terusan menolak berbagai saran yang diberikan. Ah ya sudahlah. Pada satu titik saya hanya mendengarkan (masuk telinga kiri keluar kanan) tanpa komentar apa-apa.
Karena kalau ditanggapi terus, berempati terus menerus, lama-lama saya jadi merasa oh mama oh papa kejamnya hidup ini.


Ih, saya terdengar benci sekali dengan para dementor ya? Hahaha.
Padahal mungkin juga ada masa-masanya sih saya yang jadi dementor. Tapi iya sih, dementor-dementor itu menyebalkan. Saya tidak benci kok, cuma tidak ingin punya urusan saja. Cukup kenal dan saling sapa saja.


Aug 14, 2010

Blora

Boss (B): "Wow, he was born in Blora"
Ia menunjuk pada data seseorang.

Me (M): "Sorry?"

B: "Blora. He was born in Blora. Do you know Blora?"

Blora yang ga jauh dari Jalan Imam Bonjol itukah maksudnya? Blora yang ada XTrans-nya?
M: "Uh... No.."

B: "Really? It's a famous place in Indonesia. Pramoedya (Ananta Toer) was born there"

M: "Uhm... Do you mean Blitar?"

B: "No. No. Blora. It's very famous. One of Pramoedya's book is about this town: Gadis Pantai"

M: "Hmm, I haven't read that one"

B: "It's about his grandmother who came from Blora. And Pramoedya was born there same like this person"

M: "Oh, okay.."


Rasanya pengen gali lubang dan mengubur diri di tempat.

Bos saya bukan orang Indonesia, ia adalah orang Amerika.
I wish I could say that he has been living in Indonesia for a long time, but I couldn't. Ia tidak pernah tinggal di Indonesia. Saat ini ia tinggal di Singapore dan hanya beberapa hari dalam sebulan ia ke Indonesia.
I wish I could say that his wife is an Indonesian, but I couldn't. Istrinya bukan orang Indonesia.

Ah, saya malu sekali. Bagaimana ia bisa tahu tentang sebuah kota di negara saya, yang saya tidak tahu. Bagaimana ia bisa lebih fasih bercerita tentang Pramoedya Ananta Toer.

Malam itu begitu sampai rumah saya langsung mengambil salah satu buku Pramoedya dan membaca biografi singkatnya.

Aug 13, 2010

Novel Religi Favorit Saya

Saya ingat membeli sebuah buku berjudul "Hafalan Shalat Delisa" beberapa tahun lalu, di sebuah kios buku kecil di Gelap Nyawang. Iseng saja, saya sedang tidak ada kerjaan dan sebuah buku untuk mengisi waktu senggang rasanya bukan ide yang jelek. Setelah menimbang-nimbang beberapa pilihan yang tak banyak, akhirnya saya beli buku yang ditulis Tere Liye ini.

*

Tahun 2007, karena merasa aktivitas saya tidak cukup banyak untuk membunuh waktu-waktu senggang yang membosankan, saya dan 2 teman saya ikut-ikutan nebeng belajar tari Saman di sebuah unit perkumpulan anak-anak Aceh di ITB. Disana saya bertemu dengan seorang gadis asli Aceh. Entah bagaimana awal mulanya, suatu kali obrolan kami nyamber ke soal tsunami yang menerjang Aceh pada tahun 2004.

Gadis ini bercerita ia sedang di Jakarta ketika itu. Mengadakan pertunjukan dengan teman-teman unitnya di sebuah acara khusus orang-orang Aceh. Di tengah acara itulah mereka mendapat kabar kampung halaman mereka sedang dihantam tsunami. Tak bisa menghubungi keluarga disana, akhirnya mereka melakukan doa bersama.

Ketika itu, saya berpikir, entah apa rasanya berada dalam posisi gadis ini. Pasti jantungnya terasa meledak-ledak karena rasa khawatir akan nasib keluarganya. Untungnya, keluarganya survive dari bencana tersebut.

*

"Hafalan Shalat Delisa" saya beli beberapa bulan setelahnya. Buku ini berkisah tentang seorang anak berusia 6 tahun yang berusaha survive setelah tsunami menghantam desanya, Lhok Nga, dan memisahkan dirinya dari Abi, Ummi, serta ketiga kakaknya.

Termewek-mewek saya membaca buku ini. Ahahahaha.

Seriously, buku ini menggambarkan detik-detik ketika bencana tersebut terjadi. Pada hari ketika Delisa, tokoh utama dalam buku ini, ujian praktek shalat, terjadi gempa yang dahsyat. Mengguncang ruang kelasnya dan membuat panik semua orang. Semua kecuali Delisa yang sedang ingin mencoba khusyu menjalankan shalatnya yang sempurna untuk pertama kali. Toh, sahabat Rasullulah pun tetap khusyu menjalankan shalat bahkan ketika ia tahu usai shalat ia akan dipancung, begitu pegangan Delisa.

Gempa pun mereda.

Namun bencana yang lebih besar telah menunggu di pintu. Gelombang pasang yang maha dahsyat menyapu tanah Aceh. Bam! Bam! Bam!
Membaca buku ini, dengan bahasanya yang deskriptif saya diajak untuk seolah menonton bagaimana tsunami meluluhlantakkan Aceh.
Delisa kehilangan orang-orang tercintanya. Bersama Abi-nya dan orang-orang Aceh lainnya, Delisa perlahan berjuang untuk pulih.

Seperti saya bilang tadi, saya membaca buku ini sambil termewek-mewek. Tapi tak hanya karena kisah pilu tentang bencananya, tapi lebih pada keharuan pada bagaimana manusia-manusia ini berusaha untuk tegar dan ikhlas menerima cobaan tersebut.
Dan cobaan apa yang lebih berat daripada kehilangan keluarga serta harta benda hanya dalam satu hari?

Jasad-jasad yang ditemukan ketika itu tak sempat lagi untuk dibuat kuburannya satu per satu. Semuanya dikumpulkan dalam sebuah lubang besar dan dimakamkan secara masal. Tak ada nisan untuk masing-masing orang.

Hafalan Shalat Delisa adalah novel religi favorit saya. Buat saya sih, novel ini memberikan inspirasi tersendiri. Tadi malam saya kembali mengintip-intip isi buku ini. Memilih halaman-halaman secara random dan membaca sepintas-sepintas. Bahkan hanya dengan seperti itu pun saya bisa merasakan pelupuk mata saya mulai memanas.

Yes, I recommend this book. Amazingly inspirational. Yang paling saya suka karena buku ini tak melulu berfokus pada penderitaan yang dialami tokoh-tokohnya, namun pada ketangguhan manusia dalam menghadapi cobaan serta bagaimana agungnya keikhlasan.
It will be different for each person but I hope if you read this book you can experience the same feeling as I did (couples years ago and last night). :)

Aug 8, 2010

Sophie Kinsella: When Life is Not Only About Finding Mr. Right

At first I wanted to write a review about Sophie Kinsella's lastest novel: Twenties Girl (actually the latest one is a Shopaholic series, but I think it hasn't been published yet in Indonesia), but then I thought why didn't I write about Kinsella's novels? I always love them anyway.

So here we go.
No wait, I'll change to Indonesian first (I am always amazed at people who can write very well in Indonesian, so I want to start learning).


Jujur saja, masa-masa saya menggilai Chicklit tampaknya telah berakhir seiring dengan lepasnya seragam putih abu-abu. Bukannya saya tidak suka juga sih, saya masih suka baca Chicklit sampai sekarang, tapi saya bukan Chicklit mania yang senang memborong semua buku berlabel "Chicklit".

Dari semua pengarang Chicklit, ada satu yang selalu saya ikuti novelnya - sadar maupun tak sadar -, si Mbak Sophie Kinsella ini. Novel pertama Jeng Sophie yang saya baca adalah Confession of a Shopaholic (...novel sejuta umat), pada waktu saya SMA atau awal-awal kuliah kalau tidak salah. Lalu saya pernah baca juga Can You Keep a Secret? tak lama setelahnya.
Kemudian, tahun-tahun berjalan dan saya tidak lagi membaca novel Kinsella. Hingga tahun lalu.

Thanks to Mbak Erma yang menitipkan bukunya di ReadingWalk, saya bisa membaca buku Undomestic Goddes gratis (hahaha, senangnya punya online book rental!). Saya suka sekali buku ini, hingga saya review di blog ini juga. Kemudian, secara maraton saya baca seluruh seri Shopaholic (again, thanks to Mbak Erma. Hihi.)

Lalu saya baca Remember Me?, yang juga saya suka banget. Dan terakhir, Twenties Girl yang tadinya mau saya tulis reviewnya disini.


Atas kesukaan saya pada novel-novel Kinsella, saya sering beralasan: bahasanya kocak, fun dan segar!
Tapi bahkan saya sendiri pun tidak puas dengan jawaban itu. Masa hanya karena itu sih sampai saya tidak lagi berpikir 2 kali untuk membeli novel-novelnya Kinsella?
Ternyata memang tidak. Entah bagaimana menggambarkannya, tapi usai membaca novel-novel Kinsella, saya selalu merasakan emosi tertentu, atau berpikir tentang sesuatu.


Hari ini saya paham kenapa saya begitu suka dengan novel-novel itu. Karena setiap tokoh dalam ceritanya memiliki "kehidupan". Maksud saya dengan "kehidupan" adalah mereka memiliki pekerjaan (dan berbagai masalah di dalamnya), mereka memiliki hubungan tertentu dengan orang tuanya, mereka memiliki sahabat, dan yaa tentu saja mereka punya cerita asmara. Yang menarik buat saya adalah Kinsella tidak hanya menitikberatkan ceritanya pada kisah asmara tokoh-tokohnya tapi juga aspek-aspek lain dalam hidup masing-masing tokoh.

Membaca novel-novel Kinsella tidak membuat saya berpikir "ya ampun, orang ini kerjanya pacaran doang apa?". Mereka memiliki masalah-masalah lain selain percintaan. Beberapa buku memang dikhususkan untuk memotret sisi percintaan saja, tapi novel Kinsella tidak demikian.

Selain itu, karakter para tokoh dalam novel Kinsella ini berkembang seiring jalannya cerita. Mereka belajar sesuatu dalam perjalanannya dan itu berarti saya diajari sesuatu oleh mereka. Saya bisa merasa bahwa fokus cerita tetaplah pada seorang tokoh utama, bukan dua (seperti yang banyak terjadi pada novel percintaan).

Saya senang membaca novel-novel itu karena disitu life is not only about finding Mr. Right. Hmm, maksudnya, iya sih, menemukan Mr. Right itu mungkin memang menjadi salah satu tujuan terpenting dalam hidup, tapi kan ada hal-hal lain yang tak kalah pentingnya. Saya percaya bahwa kita-kita ini tetap harus memiliki porsi untuk fokus pada diri sendiri dan pengembangannya.

Dengan isi cerita yang macam-macam, Sophie Kinsella tetap mampu membungkusnya dalam bahasa yang mudah, renyah, mengalir dan konyol, hingga disaat saya membaca halaman terakhirnya saya akan merasa sedikit sedih. Rasanya seolah seperti salah seorang teman baik saya berhenti bercerita tentang hidupnya. :)


PS. Btw, saya baru menemukan official website Sophie Kinsella di http://www.sophiekinsella.co.uk/

Atauu, kalau Anda jadi penasaran pengen baca bukunya, ReadingWalk punya kok semua koleksinya. Hahaha. Cari saja "kinsella" di search engine kami. :)

Aug 4, 2010

Elephant in the Room

Pertama kali saya mendengar istilah elephant in the room adalah ketika saya membaca buku Last Lecture dari Randy Pausch (a great book, btw). Dalam bab-bab pertama di bukunya, Randy Pausch mengatakan "when there's elephant in the room, introduce him".
Let's see what elephant in the room means. Menurut wikipedia, itu adalah sebuah idiom yang digunakan ketika ada sebuah persoalan serius yang enggan didiskusikan oleh orang-orang.
Situs lain mengartikannya sebagai sebuah masalah yang keberadaannya disadari oleh semua orang namun tidak dibahas karena dirasa akan membuat suasana menjadi tidak nyaman.

Contoh sederhananya begini. Andaikan Anda pergi dengan 4 orang teman Anda. Di tengah acara, salah seorang teman Anda pergi menelepon pacarnya dan ketika kembali matanya sudah sembab dan rupanya berantakan. Anda dan 3 orang yang lain tahu pasti, teman Anda ini tentunya habis bertengkar sengit dengan pacarnya. Namun, Anda dan yang lainnya memutuskan tidak membahas masalah tersebut karena tidak ingin membuat suasana menjadi tidak enak. Paling-paling Anda hanya saling lirak-lirik dengan 3 orang yang lain tanpa membuat suara.


Itulah mengapa disebut elephant in the room. Keberadaannya jelas dirasakan semua orang, tapi juga berusaha diabaikan. Ketimbang pura-pura menganggap si gajah tidak ada, Pausch justru menyarankan untuk memperkenalkan sang gajah. Introduce it then get over it.

Di ajang Indonesian Idol tahun ini, Agnes Monica menjadi salah satu juri sementara Daniel menjadi presenternya. Dulunya, mereka berdua pernah dekat kan. Tapi mereka berdua menyikapi itu dengan pintar. Ketimbang disentil-sentil orang lain soal masa lalu, mereka justru lebih dulu menjadikan hal itu sebagai guyonan umum. Jadi tidak ada atmosfer nggak enakan disitu.

Introducing the elephant bisa juga begini.
Yes, I failed the exam and I was furious about it but now I just want to watch a movie and have some fun. Mungkin kira-kira seperti itu.
Atau ini. Yes, I was mad at you because you were not keeping your promise. Please don't do that again. Now let's go and have fun.

Masalahnya adalah sungguh tidak mudah untuk bisa bersikap selugas itu. Setidaknya menurut saya itu tidak mudah. Apalagi kalau tidak terbiasa. Sometimes we just hope that the problem will somehow go away and everyone will forget that it ever exist. Ayo yang suka diam-diam berharap begitu, ngacuuuung....
Fufufufufufu.

Padahal berpura-pura tidak melihat si gajah pun bukan hal yang mudah. Rasanya seperti bermain peran dimana kita diharuskan mengabaikan keberadaan kru-kru lain selain lawan main kita.

Entah mana yang lebih baik. Mungkin mesti dilihat-lihat dulu juga ya lawan main kita itu seperti apa. Menurut Anda lebih baik yang mana?


The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...