Mar 26, 2008

untung cerah

Jakarta siang itu kembali diwarnai kesemerawutan. Mobil disana sini berdesakkan dengan motor bahkan bus kota, memproduksi suara-suara klakson saling menyahut. Semua orang berlomba dengan waktu dalam usaha mencari materi sebanyak-banyaknya.

Seorang kenek bus, melongok keluar pintu bus. Menengadah ke arah langit, ia menemukan warna langit yang cerah, berbeda dengan hari-hari sebelumnya yang dirundung awan kelabu kemudian disusul hujan. Ia tersenyum, lega.

"Kenapa Pak?" seorang penumpang di bangku depan mencoba memulai percakapan demi mengusir rasa suntuk selama perjalanan.

"Alhamdulillah, hari ini nggak hujan. Cerah.", ujar sang kenek sembari tersenyum.

"Makin banyak penumpang kalo lagi cerah ya Pak", sang penumpang menimpali sambil mengangguk mengerti.

"Bukan," sang kenek tertawa kecil, rambutnya yang beruban tertiup angin, "kalo cerah baju anak-anak bisa kering. Kasian, udah 2 hari mereka nggak ganti baju seragam".

Mar 25, 2008

mendadak toefl

Pagi itu saya kembali dihadapkan pada kemacetan ibukota. Tujuannya adalah jalan Rasuna Said Kuningan, saya dan teman-teman (nadya, mia dan ocha) dari arah Jatiwaringin. Meskipun sejak malam nadya sudah bercita-cita tinggi akan berangkat dari rumah jam 6 pagi, namun apa daya, nyatanya ia baru terbangun jam setengah 6 (kejadian ini sudah saya perkirakan sebelumnya..). Perjalanan dari Jatiwaringin pun baru dimulai sekitar jam 7 lebih.


Niatannya, kami akan menuju ke Menara Imperium untuk test TOEFL, namun di tengah perjalanan mendadak kami mendapat informasi bahwa test diadakan di gedung PKBI di belakang RSPP, jadilah kami memutar ke arah Kebayoran. Sampai di gedung PKBI sdah jam 9.10 am. 10 menit terlambat dari jadwal test. Saat itu sebenarnya saya sudah pesimis kami akan tetap diperbolehkan mengikuti test. Karena, selain kami terlambat 10 menit, kami pun belum memesan tempat maupun melunasi biaya administratif.


Tampak unprepared sekali ya? Haha, saya bisa bayangkan kalau ada batari disana, dia pasti akan geleng-geleng kepala melihat betapa serampangannnya rencana kami (hehe, piss bat!).
Ya, memang semuanya serba unprepared. Faktanya, saya memang baru tahu ada test TOEFL dan langsung memutuskan akan ikut pada hari jumat malam, sementara test diadakan pada hari senin pagi. Karena saya baru tahu jadwal test tersebut jumat malam, dan seperti kita ketahui bersama bahwa pada akhir minggu tidak ada aktivitas kerja, maka praktis kami tidak dapat mendaftar maupun melunasi biaya administrasi.


Tak hanya persoalan administratif yang keteteran, masalah materi ujian pun sama sekali tidak saya siapkan. Di tengah kehebohan acara syukuran rumah akhir minggu kemarin, saya hanya sempat mengintip sedikit buku Guide to TOEFL iBT milik Bapak. Satu-satunya informasi yang saya serap adalah sebaiknya peserta TOEFL ke kamar mandi dahulu sebelum memulai tes. Akhirnya satu-satunya tips yang saya punya ini pun tidak saya laksanakan lantaran saya terlambat.


Untungnya, keterlambatan kami 10 menit ini tampaknya tidak terlalu krusial karena belum memasuki waktu test yang sebenarnya. Sekitar 15 menit pertama digunakan peserta untuk mengisi data diri dan blablabla lainnya.
Maka dengan muka mengiba (ocha dan mia, saya berdiri saja di belakang karena sebenarnya saya pesimis), entah bagaimana, pengawas ujian membolehkan kami mengikuti ujian. Entah apa yang sebenarnya saat itu saya rasakan. Senang karena bisa mengikuti test atau panik karena saya baru sadar saya tidak mempersiapkan diri apapun sementara peserta lain tampak serius sekali.
Ya sudahlah, que sera sera.


Ujian pun dimulai dengan test listening. Yah lumayanlah, menurut saya malah lebih mudah ketimbang listening ketika prediction test di BLCI. Berikutnya adalah structure atau apapun lah istilahnya. Di tengah-tengah pengerjaan bagian ini, saya dihampiri salah seorang petugas. Karena saya dan teman-teman belum terdaftar, maka ia menanyakan nama serta KTP kami. Celakanya, saya baru ingat KTP saya ketinggalan di Bandung. SIM? Hah, jangan tanya, sudah sejak beberapa minggu ini saya tak tahu dimana keberadaannya.Dengan agak putus asa saya bilang ke petugas itu bahwa saya tidak membawa ID. Ia mengangguk, kemudian berlalu.

Bagian terakhir dari test adalah reading. Ini adalah bagian yang paling tidak menyenangkan karena mengingatan saya pada ujian-ujian jaman sekolah dulu. Ada beberapa artikel yang masing-masing memiliki sejumlah pertanyaan. Mungkin bagian ini akan lebih mudah kalau saja waktu yang diberikan tidak hanya 55 menit untuk 50 soal.

Masalahnya adalah, selain saya harus membaca artikel yang kadang-kadang berbau ilmiah (proses evaporasi tumbuhan gurun??), yang paling utama karena lembar jawaban yang harus diisi adalah lembar jawaban komputer. Yang saya maksud dengan lembar jawaban komputer (begitu mereka menyebutnya di sekolah dulu) adalah sebuah lembar yang berisi pilihan-pilihan jawaban (A, B, C, D) yang harus dihitam-hitamkan dengan pensil 2B untuk menjawabnya. Nah, saya memang lelet dalam proses penghitam-hitaman ini. Lagipula sebenarnya saya tidak tahu kalau akan menggunakan lembar jawaban komputer di test TOEFL ini, wong pensil 2B nya juga saya pinjam dari peserta yang duduk di belakang saya (makasih ya mbak).

Maka saya pun mencoba menerapkan taktik yang biasa saya gunakan ketika sekolah dulu. Jadi saya tandai dulu jawaban yan g benar, baru setelah selesai semua saya hitamkan satu persatu. Sayang taktik tersebut tidak efektif untuk test TOEFL kali ini soalnya saya ternyata masih terlalu lelet sehingga 10 jawaban terakhir tidak sempat saya hitamkan. Ya, sudahlah.

Selesai ujian, pengawas mengumumkan kepada peserta yang datang terlambat dan peserta yang tidak membawa ID diharapkan tetap tinggal di ruangan. Waw, paket combo buat saya.
Untuk masalah keterlamatan, kami hanya disuruh melengkapi data diri yang belum sempat kami isi. Sementara untuk masalah tidak membawa ID, ternyata lebih rumit. Ada tiga orang (termasuk saya) yang tidak membawa ID, maka kami diminta menyalin surat pernyataan yang diberikan panitia. Saya pun mulai menyalin surat pernyataan tersebut.

“….menyatakan tidak membawa KTP ketika ujian TOEFL tanggal 24 Maret 2008…. Untuk itu saya berjanji akan menunjukkan KTP tersebut hari Selasa tanggal 25 Maret 2008…”

What?!

Saya pun buru-buru menjelaskan kepada panitia bahwa saya tinggal di Bandung dan KTP saya ketinggalan disana. Rasanya agak sulit saya harus ke bolak-balik Jakarta Bandung untuk memperlihatkan KTP sementara hari Selasa saya juga ada kuliah. Namun panitia berkeras, harus ada ID untuk membuktikan kami bukan joki.

Bagaimana kalau paspor? Seingat saya paspor saya tinggal di Jakarta. Panitia menyetujui. Hhh, lega (sesaat). Tapi ketika kesadaran kembali datang, saya mulai sadar bahwa hari ini kan saya harus buru-buru kembali ke Bandung. Sepertinya tidak sempat untuk kembali ke rumah lalu ke Kuningan lagi untuk menunjukkan paspor.

Nadya nyeletuk, “KTM aja bisa nggak Pak?”

Saya pun menunjukkan KTM saya yang berbentukkartu ATM. Ada foto lama saya disitu, kecil pula. Ada nama saya juga tercetak. Namun saya pesimis, karena sebelumnya saya sudah menunjukkan kartu itu namun ditolak oleh panitia. Mungkin mereka kira itu hanya sekedar kartu ATM?

Panitia melihat kartu tersebut, berdiskusi sebentar, “Oh, kalian dari ITB?”, ia bertanya.
“Iyaa”
“Wah, sulit juga ya. Tadi ada yang nggak bawa ID juga saya suruh datang kembali besok. Kalau begini jadi kesannya nggak adil”
“Tapi itu kan ID Pak”, entah darimana saya mendapat pencerahan. “Universitas saya sudah menjamin kalau orang di foto itu benar saya”. Panitia masih ragu. “Bapak boleh tuntut rektor ITB deh kalau ternyata saya bukan orang di KTM itu”. Argumen aneh..
Akhirnya saya pun diloloskan.

Kemudian kami berempat membayar biaya administrasi. Setelah selesai semua, tiba-tiba panita itu berkata, “Untung cewek-cewek, kalau cowok udah pasti ditolak”. Entah maksudnya bercanda atau bukan. Agak menyebalkan sih, tapi saya tersenyum saja. Jadi ingat tulisan di sebuah kartu yang baru-baru ini saya baca :

Men control the world…

But women control men, so who cares?

Mar 23, 2008

Current mood

Kalau menurut sahabat saya, makin kesini makin bertambah.
Kalau kata orang ini, berbinar-binar sekali kelihatannya.
Entah benar atau tidak. Tapi yang jelas saat ini saya senang.

Sepertinya sudah saatnya saya berhenti bertanya, meragukan dan mulai mensyukuri. Toh, segala perasaan datangnya dari Ia Yang Maha Tahu, dan memilikinya bukan sebuah kesalahan kan?

Semoga selalu membawa pada kebaikan, apapun bentuknya. Amin.

Mar 10, 2008

Best Romantic Scene

Beberapa hari yang lalu, di tengah percakapan dengan seorang teman, tiba-tiba saya nyeletuk :
Seumur hidup, adegan mana yang jadi best romantic scene buat lo?
Tokoh dari adegan ini bisa suami istri, orang pacaran, atau yang baru PDKT. Bisa adegan dari film, atau kejadian nyata yang pernah dilihat atau dialami.

Teman saya menjawab dengan "ngg..." cukup panjang, diakhiri dengan, "nggak tau. bingung gue min. kalo lo apa?"

Saya kembali dapat melihat adegan tersebut di dalam pikiran saya (yaa, saya orangnya cukup visual dalam mengingat hal-hal tertentu). Kejadiannya ketika saya masih TPB alias tingkat 1.

Hari itu seusai mengikuti kuliah olahraga (which i did hate with all my heart) di Sabuga saya beranjak pulang. Dengan sempoyongan dan terseok-seok akibat lari 4 keliling, saya menyuri tanjakan Sabuga sambil menundukkan kepala (saya yakin bahwa ketika sedang capek, lebih baik bagi saya untuk tidak melihat panjangnya jalan yang masih harus saya terlusuri)

Di tengah jalan saya mendongakkan kepala, tergoda untuk berharap jalanan curan ini akan segera berakhir. Ternyata tak jauh di depan saya ada sepasang pria dan wanita.

Keduanya memakai polo shirt putih dan celana training panjang plus sepatu keds. Jelas mereka habis berolahraga, Mereka berjalan lambat sambil bergandengan tangan, atau lebih tepatnya sang wanita menumpukkan pegangannya kepada pasangannya. Mungkin ia lelah. Dan sang pria dengan gentle memegangi tangan sang wanita, membantunya berjalan.

Saya termangu.
Mungkin saya tidak akan seterpana ini kalau saya sepasang pria dan wanita yang saya lihat itu bukanlah kakek dan nenek berusia 70an. Keduanya berjalan setengah tertatih, tanpa berbicara.
Saya jadi ingat ungkapan yang dulunya saya anggap norak : cinta tak lekang dimakan waktu.

Hohow, co cwiiiit...
Memang keduanya bukan Cinderella dan pangeran yang masih muda serta cantik dan rupawan, tapi justru disitulah manisnya.
Semoga kakek dan nenek tersebut hidup bahagia hingga akhir hayatnya. Amin.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...