Sep 19, 2010

Until you have it

You don't know what you have until it's gone.
Begitu katanya. Kata-kata bijak klasik yang telah berjuta-juta kali disampaikan antar manusia. Dari ibu ke anaknya, dari kakak ke adiknya, dari sahabat ke sahabat, dari para pesohor kepada para pemirsanya. Berjuta-juta kali pula, mungkin, selama sejarah kehidupan manusia, kata-kata tersebut terbukti kebenarannya.

Saya tak meragukan kebenaran dari kata-kata itu. Mengalaminya pun beberapa kali sudah. Tapi saya juga meyakini sesuatu yang lain, you don't know what you're missing until you have it.

**

Jakarta, kawan, adalah tempat saya tinggal dan bekerja. Saya hidup di kota ini. Sungguh pun kota ini dikecam berbagai pihak untuk beragam alasan, toh buat sekian juta penduduknya, Jakarta tetap opsi terbaik. Terbukti mereka, atau kami, masih bertahan berada di kota ini.

Lama sudah saya berhenti mengeluh berat tentang kota ini. Ibarat menikah, saya sudah terima for better for worse, baik buruknya saya telan saja. Saya tinggal di pinggiran Jakarta Timur sementara kantor saya berlokasi di Jakarta Pusat. Lelahkah tiap hari bolak-balik rumah-kantor dengan kondisi jalanan macet? Lelah sedikit. Tapi sudahlah, hal itu sudah menjadi bagian hidup saya yang saya anggap wajar.

Berkat efek lebaran, Rabu minggu lalu untuk pertama kalinya saya hanya hanya menghabiskan 45 menit dari rumah ke kantor. Itu pun masih mampir dulu ke Halim mengantar Mama. Jadi kalau saya tidak pakai ke Halim, ya kira-kira 30 menit lah. Sampai di kantor masih jam 8 padahal jam masuk kantor seharusnya jam 9.
Esoknya, saya baru berangkat dari rumah jam 8 lewat. Lagi-lagi, tidak sampai satu jam, pukul 9 kurang 10 saya sudah ongkang-ongkang kaki di kantor.

Saya tak bermaksud hiperbolis, tapi sungguh ini seperti mimpi saja. Saya bahkan tidak tahu hal seperti ini mungkin terjadi di hidup saya di Jakarta. Ternyata rumah saya tidak jauh kok. Ternyata cukup 30 menit saja.
Sore hari pun jalanan sangat bersahabat. Mobil, bis, motor melaju lancar. Sampai di rumah dengan hati yang ringan (bukannya selama ini saya pulang dengan hati berat, tapi saya tidak tahu bahwa hati saya bisa seringan ini setelah menembus jalanan Jakarta).

Betapa jauh lebih ringannya, jauh lebih mudahnya hidup ini tanpa macet di jalan. Seperti ada di kehidupan yang lain.
Then I got terrified when I realized: God, what have I been missing this whole time??

11 comments:

  1. ayo kita itung, min.. :D #iseng kambuh..

    misal, setiap hari (normal) biasanya 2 jam ke kantor..
    pas lebaran (gak normal) jadi 30 menit..

    artinya, lo menghabiskan waktu di jalan 1,5 jam sekali jalan, 3 jam pulang pergi..

    seminggu 5 hari kerja = 3 jam x 5 hari = 15 jam per minggu..

    sebulan = 4 minggu x 15 jam = 60 jam per bulan..

    kalo dikoversi ke satuan hari, 60 jam = kurang lebih 2,5 hari..

    2,5 hari itu lo bisa melakukan apa aja?

    dan itulah apa yg hilang selama ini.. :D :D :D

    *kecuali lo jago multitasking, misal.. sambil macet, lo.. hmmm.. nulis buku.. (yg kebayang cuma itu)..

    **notice, di awal-awal gw bilang:
    "setiap hari" = "normal" = 2 jam
    "lebaran" = "gak normal" = 30 menit

    hehehe.. yg gak normal jadi normal, yg normal jadi gak normal..

    desperate gak sih, min? :D :D :D

    merantau sajaaa.. :D :D :D

    ReplyDelete
  2. ke balikpapan aja, min...

    lebaran ga lebaran, gue ke kantor tetep 20 menit kok hihihi...

    ReplyDelete
  3. ikram9:57 PM

    Pusing baca komentar Mona :)

    ReplyDelete
  4. @mona: 2.5 hari bisa ngabisin satu season Greys!!!!
    *tetep ga produktif

    @alin: waaa, enak yaa. Iya nih, gue mulai berpikir untuk pindah dari Jakarta suatu hari nanti. Balikpapan ada mol sama 21 ga?
    *tetep ga mau susah

    @ikram: diresapi dong Kram. Makanya coba berangkat dari rumah gue sini ke kantor di Senayan tiap pagi. Hehehe.

    ReplyDelete
  5. buset komennya mona, nembak abis. sebulan ngabisin 60 jam berarti setahun 12 x 60 = 720 jam.
    dibagi waktu aktif (24 jam potong 8 jam tidur malam jadi 16 jam), hari aktif 720 : 16 = 45 hari.

    setahun gue ngebuang 45 hari aktif di jalan?

    whatttt?

    ReplyDelete
  6. Anonymous10:27 PM

    you don't know what you have -- the truly jakarta -- until it's people gone. *mengedit kalimat pertama* #berasaKayakPemred :D

    ReplyDelete
  7. @dinov: Ebuset, diitung beneran. :))
    Makanya Dii, pindah kerja ajaa, atau pindah tempat tinggal. Biar ga habis waktu di jalan. Kekekekekk.

    @ray: Asseeeekkk... Pemred. Ikram lo, Ray!
    *Ikram adalah kata sifat tertentu

    ReplyDelete
  8. Anonymous3:28 PM

    *Ikram adalah kata sifat tertentu* hahaha
    walaupun dihujat tapi orang2 jakarta cenderung 'nerimo' ya min soal macet ini. 'ah udah biasa ini.' 'yah, mau diapain lagi.' mudah2an monorel atau apapun lah beneran jalan deh, soalnya jakarta kalo ga macet memang ternyata indah sekali :)

    ReplyDelete
  9. iya min merantau aja,,,,,semua yang di jakarta merantau aja.....(saat sepi saya yang ke jakarta)

    ReplyDelete
  10. Kemacetan di jakarta memang telah menjadi santapan wajib untuk semua warna ibukota... mau ga mau, suka atau tidak suka, semua harus bisa terima ini sebagai bagian dari sebuah konsekuensi hidup di kota yang menajemen transportasinya acak adut.....

    Pengalaman terakhir saya, dua hari yang lalu, naik busway dari halte harmoni (jakpus) menuju halte BKN (cawang) 'terpaksa harus' ditempuh dalam waktu lebih dari 2,5 jam!!! Padahal biasanya paling cuman 30-45 menit. Bukankah busway tu seharusnya bebas hambatan karena punya jalur sendiri??

    ternyata jalur busway itu saat ini bukan cuman milik busway.. tapi milik kendaraan pribadi juga!! inilah yang menyebabkan beberapa ruas jalur busway mau tidak mau harus ikut bermacet2an.. apalagi dalam jam masuk dan keluar kantor.... hhhmmmm...

    ReplyDelete
  11. @aswan: EH LO OPORTUNIS BANGET SIH!!!
    *ngakak

    ReplyDelete

Humor me. Drop some comment.

The Other Blog

Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...