**
Rasanya pernah saya baca atau dengar kutipan seseorang "my best friends are my books", atau sesuatu yang seperti itu. Sepertinya saya paham.
Jadi begini, secara umum ada 2 hal yang menurut saya membuat pengalaman membaca sebuah buku menyenangkan:
Pertama, buku yang begitu mulai dibaca sulit untuk berhenti. Misalnya The Da Vinci Code. Rasanya seperti naik kereta ekspres ketika sedang buru-buru mau ujian (misalnya). Ingin cepat-cepat sampai, kalau bisa keretanya tidak usahlah pakai berhenti-berhenti dulu di stasiun lain. Langsung ke stasiun akhir, Mas (baca: masinis -red)!
Kedua, buku yang ketika dibaca memberikan perasaan nyaman layaknya ngerumpi dengan teman lama. Seperti waktu serial kesayangan tamat, rasanya semacam ditinggal teman. Nah, perasaan seperti ini bisa juga ditimbulkan oleh buku. Jadi ketika membaca antara ingin tahu kelanjutan cerita tapi juga cemas karena semakin dekat ke tamatnya cerita. Contoh buku seperti ini adalah Minamoto no Yoritomo.
Minamoto no Yoritomo ditulis oleh Eiji Yoshikawa. Belum pernah saya baca buku Eiji Yoshikawa sebelumnya. Tidak juga buku Musashi yang amat sangat digemari orang tua saya. Malah sebenarnya saya baru sadar bahwa si penulis adalah orang yang sama dengan yang mengarang Musashi setelah saya mulai membaca beberapa bab. Bila Musashi ditulis sebaik dan sedetail Minamoto no Yoritomo, saya mengerti betul kenapa orang tua saya betah mengikuti kisah tersebut hingga tujuh jilid.
Minamoto no Yoritomo merupakan kisah berlatar belakang Jepang di abad ke-12 ketika persaingan antar klan samurai masih ramai. Inti dari perseteruan yang diangkat buku ini adalah antara klan Minamoto dan klan Taira. Cerita dimulai dengan kekalahan klan Minamoto yang telah lama berkuasa dari klan Taira. Pimpinan klan Minamoto, Minamoto no Yoshitomo beserta pengikut, termasuk dua anak tertuanya, terbunuh. Yang tersisa adalah keempat anak Yoshitomo yang lain. Secara garis besar, buku yang merupakan bagian pertama dari dwilogi ini menceritakan tentang anak ketiga dan anak bungsu dari Yoshitomo dalam membangun kekuatan melawan klan Taira.
Membaca buku ini membuat saya serasa berada di 'my very much comfort moment'. Mungkin karena detail sejarahnya, atau karakternya, atau alur ceritanya, pada suatu titik saya seperti membangun pertemanan dengan kisahnya. Maka ketika buku selesai dibaca, rasanya sedih juga. Tapi tidak terlalu juga sih, soalnya masih ada bagian keduanya. Hehe. Ya, kalau diumpamakan dengan serial, kira-kira rasanya seperti ketika season sekarang selesai dan menunggu season selanjutnya.
Hal besar yang akan terjadi akibat perbuatannya ini tentu sudah dia pikirkan baik-baik. Klan Houjou merupakan keluarga samurai besar, begitu juga Yamaki Hangan Kanetaka. Artinya, tindakannya ini akan menyebabkan peperangan. Demi cinta, sembilan turunan akan mengangkat tombak dan mengantar para petani ke bencana peperangan. Dia bukanlah wania bodoh yang tidak mengetahui betapa mengerikannya dosa ini...