Malam minggu kemarin saya nonton Batman: The Dark Knight bersama Riko. Biasanya malam minggu saya malas nonton, karena pasti ramainya minta ampun. Tapi kali ini tak apalah. Soalnya sudah lama tak bersua dengan Riko.
Benar saja, parkiran Blitz PVJ nyaris penuh. Kami terpaksa parkir di tempat yang areanya nyaris tak layak parkir saking sempitnya. Untung si Mumun langsing. Hehehe.
Filmnya dimulai jam 8 malam. Meskipun Riko sudah membeli tiketnya sejak jam 2 siang, tetap saja kami mendapat tempat duduk di baris C, baris ketiga dari depan. Wiii...
Untung filmnya bagus. Bagus sekali. Sekali.
Tak sia-sia rasanya kemacetan dan pegal di leher lantaran harus nonton sambil mendanga'.
Joker nya keren sekali. Mengerikan.
Batman, Jim Gordon dan Two Face juga lumayan.
Sayang saya tak suka Rachelnya. Sepertinya lebih cocok dimainkan Katie Holmes ups.. Katie Cruise, i mean...
Saya tak ingin menjadi spoiler buat Anda yang belum menonton. Soalnya film ini bagus. Jadi Anda tonton saja sendiri. Ini adalah film superhero dimana superheronya not so superhero. Manusiawi sekali.
Tapi saya tidak menyarankan anak-anak untuk menontonnya. Filmnya agak sadis. Hehe.
The moral I got from the film:
It doesn't matter what people judge about you. The only thing that matters when you have noble intention is the accomplishment of the mission itself. Not the appreciation from people because what you have done.
Waw, that's a huge lesson!
Jul 27, 2008
Jul 25, 2008
follow the crowd
Saya sedang menunggu untuk interview. Celingak celinguk, saya terlalu cepat setengah jam. Untunglah saya melihat ada tumpukan majalah di meja tengah.
I was actually hoping for Cosmopolitan or Elle but there were only World Oil and other magazines I had not know before.
Jadilah, World Oil.
Saya membaca cukup lama, dan hanya mengerti mungkin 10% nya. Sial.
And then I found these words in an anonymous advertise:
Success doesn't follow the crowd.
It's easy to go with the flow, but will it take you where you want to be?
It hit me quite hard in, somehow, perfect time.
I was actually hoping for Cosmopolitan or Elle but there were only World Oil and other magazines I had not know before.
Jadilah, World Oil.
Saya membaca cukup lama, dan hanya mengerti mungkin 10% nya. Sial.
And then I found these words in an anonymous advertise:
Success doesn't follow the crowd.
It's easy to go with the flow, but will it take you where you want to be?
It hit me quite hard in, somehow, perfect time.
Jul 22, 2008
Kosan Matters
Menurut saya ada dua hal krusial yang dihadapi mahasiswa baru terutama yang perantauan : ospek dan kosan.
Saya ingat betul sulitnya mencari kosan pertama bulan Agustus 2004 silam. Berbekal pengetahuan pas-pasan soal kota Bandung, saya dan Bapak mengubek-ubek daerah sekitar kampus mencari kemungkinan tersedianya ruangan untuk menampung saya.
People said practices makes perfect. Jika benar begitu, maka mestinya saya sudah mendekati sempurna. Karena saya tidak hanya dua, tiga, atau empat kali mencari yang namanya kosan. Tidak kawan. Selama 47 bulan saya hidup di Bandung, saya telah merasakan 6 kosan yang berbeda. Kalau dirata-rata, maka kira-kira setiap 8 bulan saya punya kosan baru. Bukan karena hobi, tapi memang selalu ada alasan untuk pindah.
Lagipula, seperti kata Steve Jobs: If you haven’t found it yet, keep looking. Don’t settle. As with all matters of the heart, you’ll know when you find it.
Hehehe.
Maka ijinkan saya berbagi sedikit pengetahuan saya tentang kos-kosan. Semoga berguna.
Mencari Kosan
Sejauh yang saya alami selama ini, ada tiga cara mencari kos-kosan.
Pertama, lewat agen.
Saya pernah mencoba menggunakan jasa agen kos-kosan La Maison. Anda bisa langsung datang ke kantornya di Jl Dr Eyckman atau minta dikirimkan (tentunya ada ongkos kirim).
Dulu sih dengan 25 ribu rupiah saya memperoleh daftar alamat kos-kosan di lokasi-lokasi yang telah saya pilih sebelumnya. Dilengkapi berbagai keterangan seperti kosan cewek/cowok/campur, luas kamar, fasilitas, peraturan (seperti ada/tidaknya jam malam dsb), harga plus nomor telepon agar Anda bisa langsung berhubungan dengan si induk semang.
Mudah sekali ya? Ya, Anda tinggal menyesuaikan criteria Anda dengan criteria kosan yang ditawarkan, bila Anda berminat tinggal ditelepon atau didatangi.
Sayangnya, info yang tersedia kurang akurat.
Contoh, saya pernah tertarik dengan profil kamar berukuran 6x4 meter. Namun begitu saya jambangi alamat yang bersangkutan, ternyata yang ada adalah kamar berukuran 6x4 meter dibagi 2. Sial!
Harga yang tercantum pun kadang tidak sesuai setelah saya mengecek ke pemiliknya. Demikian pula dengan fasilitas.
Memang ada juga sih yang sesuai antara kenyataan dan profil, tapi mungkin belum saya temukan saja. Haha.
Cara kedua adalah lewat teman.
Yap, disinilah the power of networking diterapkan. Haha, berlebihan.
Modalnya adalah sering-sering berkunjung ke kosan teman-teman Anda. Mungkin suatu kali Anda akan menemukan bahwa kosan teman Anda ini tidak beda jauh atau bahkan sama persis dengan kosan impian Anda. Bila Anda sudah menemukan kosan impian ini, maka segeralah katakan pada teman Anda bahwa Anda ingin ingin ingiiiiin sekali tinggal di kosan itu. Dengungkan terus keinginan Anda itu tiap kali Anda bertemu teman Anda.
Niscaya lama kelamaan ia akan ngeh dan langsung menghubungi Anda bila ada kamar di kosannya yang akan kosong.
Kalau Anda tidak punya cukup waktu untuk sering-sering berkunjung ke kosan teman, Anda bisa coba cara ini:
di tengah perbincangan yang melibatkan cukup banyak orang, lontarkan keinginan Anda untuk mencari kosan baru. Lalu ungkapkan apa saja kriteria yang Anda inginkan dari kosan impian Anda. Kamudian, langsung tembak asal saja “Eh, kosan si Anu itu enak gak ya?”, tentunya si Anu ini adalah orang yang juga dikenal oleh orang-orang dalam perbincangan. Mungkin Anda akan mendapat jawaban, “Nggak tau deeeehh…”atau “Nggak kayaknya”, it’s okay.
Karena meskipun Anda mendapat jawaban negatif, umumnya setelahnya orang-orang akan mulai memberi saran kepada Anda, seperti begini, “kosan si Itu kayaknya lumayan tuh”.
Istilah (terlalu) kerennya Focus Group Discussion. Dengan cara begini, Anda memanfaatkan pengalaman orang lain yang sudah pernah ke kosan si Anu, si Itu, dan si lainlain.
Cara ketiga, door to door.
Ini adalah cara paling desperate tapi sebenarnya cukup efektif. Simpel saja, datanglah ke sebuah kawasan, lalu datangi satpam yang ada disana, kemudian tanyakan disekitar lokasi tersebut dimana saja ada kosan. Kalau tidak ada satpam, Anda bisa bertanya pada ibu-ibu warung, tukang ojeg, tukang lontong kari, atau tukang-tukang lain yang ada di sekitar sana.
Mereka umumnya adalah orang-orang yang paling aware tentang keberadaan sebuah kosan karena pelanggan mereka juga anak-anak kosan.
Kalau kebetulan lokasi yang Anda tuju sepi dan tak tampak keberadaan orang-orang yang saya sebutkan di atas, Anda bisa lakukan ini: pilih satu rumah yang menurut Anda paling mirip kosan. Misalnya rumah tingkat, rumah dengan beberapa motor dan mobil, rumah dengan dua pintu masuk dsb. Tekan bel nya, lalu tunggu hingga ada orang keluar. Setelah ada orang yang keluar, maka bertanyalah: “Ini kosan Pak/Bu?”, bila Anda beruntung maka orang tersebut akan menjawab iya atau menganggukkan kepala. Bila ia tidak melakukan dua hal di atas, setidaknya tanyalah kembali: “Ou, maaf. Kalo di sekitar sini ada kosan nggak ya? Dimana?”. Kalau Anda sial, maka ia akan berkata tidak tahu atau melengos pergi tanpa mengatakan apa-apa. It’s okay. Masih ada rumah di sebelahnya kan?
**
Berdasarkan pengalaman, saya tidak pernah sukses dengan cara pertama. Dengan cara kedua saya sukses 3 kali. Dan 3 kali juga dengan cara ketiga.
Satu hal penting yang harus Anda perhatikan sebelum mencari kosan adalah menentukan kriteria kosan seperti apa yang Anda mau. Yang biasanya menjadi pertimbangan adalah lokasi, fasilitas, bangunan fisik, harga dll. Prioritasnya tergantung kondisi Anda. Saya akan jelaskan lebih lanjut di postingan berikutnya. Sekarang saya lapar dan mau makan siang dulu.
Dadah.
Saya ingat betul sulitnya mencari kosan pertama bulan Agustus 2004 silam. Berbekal pengetahuan pas-pasan soal kota Bandung, saya dan Bapak mengubek-ubek daerah sekitar kampus mencari kemungkinan tersedianya ruangan untuk menampung saya.
People said practices makes perfect. Jika benar begitu, maka mestinya saya sudah mendekati sempurna. Karena saya tidak hanya dua, tiga, atau empat kali mencari yang namanya kosan. Tidak kawan. Selama 47 bulan saya hidup di Bandung, saya telah merasakan 6 kosan yang berbeda. Kalau dirata-rata, maka kira-kira setiap 8 bulan saya punya kosan baru. Bukan karena hobi, tapi memang selalu ada alasan untuk pindah.
Lagipula, seperti kata Steve Jobs: If you haven’t found it yet, keep looking. Don’t settle. As with all matters of the heart, you’ll know when you find it.
Hehehe.
Maka ijinkan saya berbagi sedikit pengetahuan saya tentang kos-kosan. Semoga berguna.
Mencari Kosan
Sejauh yang saya alami selama ini, ada tiga cara mencari kos-kosan.
Pertama, lewat agen.
Saya pernah mencoba menggunakan jasa agen kos-kosan La Maison. Anda bisa langsung datang ke kantornya di Jl Dr Eyckman atau minta dikirimkan (tentunya ada ongkos kirim).
Dulu sih dengan 25 ribu rupiah saya memperoleh daftar alamat kos-kosan di lokasi-lokasi yang telah saya pilih sebelumnya. Dilengkapi berbagai keterangan seperti kosan cewek/cowok/campur, luas kamar, fasilitas, peraturan (seperti ada/tidaknya jam malam dsb), harga plus nomor telepon agar Anda bisa langsung berhubungan dengan si induk semang.
Mudah sekali ya? Ya, Anda tinggal menyesuaikan criteria Anda dengan criteria kosan yang ditawarkan, bila Anda berminat tinggal ditelepon atau didatangi.
Sayangnya, info yang tersedia kurang akurat.
Contoh, saya pernah tertarik dengan profil kamar berukuran 6x4 meter. Namun begitu saya jambangi alamat yang bersangkutan, ternyata yang ada adalah kamar berukuran 6x4 meter dibagi 2. Sial!
Harga yang tercantum pun kadang tidak sesuai setelah saya mengecek ke pemiliknya. Demikian pula dengan fasilitas.
Memang ada juga sih yang sesuai antara kenyataan dan profil, tapi mungkin belum saya temukan saja. Haha.
Cara kedua adalah lewat teman.
Yap, disinilah the power of networking diterapkan. Haha, berlebihan.
Modalnya adalah sering-sering berkunjung ke kosan teman-teman Anda. Mungkin suatu kali Anda akan menemukan bahwa kosan teman Anda ini tidak beda jauh atau bahkan sama persis dengan kosan impian Anda. Bila Anda sudah menemukan kosan impian ini, maka segeralah katakan pada teman Anda bahwa Anda ingin ingin ingiiiiin sekali tinggal di kosan itu. Dengungkan terus keinginan Anda itu tiap kali Anda bertemu teman Anda.
Niscaya lama kelamaan ia akan ngeh dan langsung menghubungi Anda bila ada kamar di kosannya yang akan kosong.
Kalau Anda tidak punya cukup waktu untuk sering-sering berkunjung ke kosan teman, Anda bisa coba cara ini:
di tengah perbincangan yang melibatkan cukup banyak orang, lontarkan keinginan Anda untuk mencari kosan baru. Lalu ungkapkan apa saja kriteria yang Anda inginkan dari kosan impian Anda. Kamudian, langsung tembak asal saja “Eh, kosan si Anu itu enak gak ya?”, tentunya si Anu ini adalah orang yang juga dikenal oleh orang-orang dalam perbincangan. Mungkin Anda akan mendapat jawaban, “Nggak tau deeeehh…”atau “Nggak kayaknya”, it’s okay.
Karena meskipun Anda mendapat jawaban negatif, umumnya setelahnya orang-orang akan mulai memberi saran kepada Anda, seperti begini, “kosan si Itu kayaknya lumayan tuh”.
Istilah (terlalu) kerennya Focus Group Discussion. Dengan cara begini, Anda memanfaatkan pengalaman orang lain yang sudah pernah ke kosan si Anu, si Itu, dan si lainlain.
Cara ketiga, door to door.
Ini adalah cara paling desperate tapi sebenarnya cukup efektif. Simpel saja, datanglah ke sebuah kawasan, lalu datangi satpam yang ada disana, kemudian tanyakan disekitar lokasi tersebut dimana saja ada kosan. Kalau tidak ada satpam, Anda bisa bertanya pada ibu-ibu warung, tukang ojeg, tukang lontong kari, atau tukang-tukang lain yang ada di sekitar sana.
Mereka umumnya adalah orang-orang yang paling aware tentang keberadaan sebuah kosan karena pelanggan mereka juga anak-anak kosan.
Kalau kebetulan lokasi yang Anda tuju sepi dan tak tampak keberadaan orang-orang yang saya sebutkan di atas, Anda bisa lakukan ini: pilih satu rumah yang menurut Anda paling mirip kosan. Misalnya rumah tingkat, rumah dengan beberapa motor dan mobil, rumah dengan dua pintu masuk dsb. Tekan bel nya, lalu tunggu hingga ada orang keluar. Setelah ada orang yang keluar, maka bertanyalah: “Ini kosan Pak/Bu?”, bila Anda beruntung maka orang tersebut akan menjawab iya atau menganggukkan kepala. Bila ia tidak melakukan dua hal di atas, setidaknya tanyalah kembali: “Ou, maaf. Kalo di sekitar sini ada kosan nggak ya? Dimana?”. Kalau Anda sial, maka ia akan berkata tidak tahu atau melengos pergi tanpa mengatakan apa-apa. It’s okay. Masih ada rumah di sebelahnya kan?
**
Berdasarkan pengalaman, saya tidak pernah sukses dengan cara pertama. Dengan cara kedua saya sukses 3 kali. Dan 3 kali juga dengan cara ketiga.
Satu hal penting yang harus Anda perhatikan sebelum mencari kosan adalah menentukan kriteria kosan seperti apa yang Anda mau. Yang biasanya menjadi pertimbangan adalah lokasi, fasilitas, bangunan fisik, harga dll. Prioritasnya tergantung kondisi Anda. Saya akan jelaskan lebih lanjut di postingan berikutnya. Sekarang saya lapar dan mau makan siang dulu.
Dadah.
Jul 13, 2008
Favorit
Saya bukan penggila musik klasik, tapi saya sukaaa sekali lagu yang satu ini.
Etude Op. 10 No. 3 by Chopin
Tahun 1953, Bob Russel menulis lirik untuk lagu ini, judulnya No Other Love.
Please enjoy!
PS. Awalnya saya tahu lagu ini karena lagu ini adalah salah satu soundtrack di serial Proposal 101.
Etude Op. 10 No. 3 by Chopin
Tahun 1953, Bob Russel menulis lirik untuk lagu ini, judulnya No Other Love.
Please enjoy!
PS. Awalnya saya tahu lagu ini karena lagu ini adalah salah satu soundtrack di serial Proposal 101.
Jul 5, 2008
101st Proposal (2)
Saya harap Anda masih ingat dengan Tetsuro, tokoh serial Jepang lawas berjudul Proposal 101 yang pernah saya tulis di sini. Karena saya sudah memulai cerita mengenai si Tetsuro ini, maka saya berniat menceritakan endingnya.
Sampai mana ya ceritanya waktu itu?
Oia, ceritanya sampai ketika Kaoru mulai bingung memutuskan antara Tetsuro atau orang yang sangat mirip dengan tunangannya yang telah meninggal.
Kaoru memilih si pria yang mirip tunangannya dahulu (mulai sekarang kita sebut saja dia Makabe, yaitu nama tunangan Kaoru).
Kaoru dapat merasakan jantungnya berdebar kencang setiap kali bertemu. Kaoru mengagumi Makabe. Sangat.
Hal ini yang tidak ia rasakan ketika bersama Tetsuro. Tentu saja Tetsuro baik. Sangat sangat baik dan sangat sangat mencintai Kaoru. Ia mengagumi Tetsuro untuk itu. Tapi kekaguman ini berbeda dengan yang ia rasakan pada Makabe.
Makabe mengagumkan untuk hal yang berbeda. Untuk hal-hal yang bahkan baru dimengerti oleh Kaoru.
Pernikahan pun disiapkan.
FYI, Makabe ini konon adalah duda beranak satu. Dan suatu hari, ketika Kaoru akan menjemput anaknya Makabe dari sekolah, ia bertemu dengan mantan istri Makabe.
Tenang saja, tidak ada adegan pandang-pandangan tajam dengan gambar bolak balik antara Kaoru dan mantan istri Makabe seperti yang sering ada di sinetron-sinetron kita.
Mereka justru duduk bersama menemani si anak bermain. Penasaran, Kaoru pun bertanya pada mantan istri Makabe ini, apa sebab ia bercerai dari Makabe?
Cerita pun mengalir.
Pada awalnya mereka adalah pasangan bahagia. Menikah muda dan mapan secara finansial. Namun semakin hari, Makabe semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Ia telalu terobsesi dengan pencapaiannya dengan pekerjaannya. Pada akhirnya sang istri tak lagi merasa mengenal suaminya. Mereka pun bercerai.
Mantan istri Makabe ini bercerita, saat ini ia pun sedang mempersiapkan pernikahan keduanya dengan sesorang yang ia sebut sebagai sangat baik dan rendah hati. Pria ini memang tidak semenarik Makabe, namun ia mampu membuat mantan istri Makabe ini merasa nyaman dan aman.
Maka Kaoru pun kembali bimbang.
Dan saya harus mengakui bahwa saya lupa kelanjutannya. Hahaha.
Saya lupa bagaimana terjadinya, tapi di akhir cerita Kaoru kembali bersama Tetsuro.
Memang saya tidak menceritakannya dengan klimaks, tapi percayalah adegan terakhir dari drama Jepang ini sangat sangat bagus. Saya sampai bingung bagaimana cara menceritakannya, lebih baik Anda tonton sendiri saja.
**
Moral of the story:
Memang menyenangkan bisa bersama orang yang Anda kagumi, tapi bisa bersama orang yang sangat mengerti Anda dan bisa membuat Anda merasa nyaman juga tidak kalah menyenangkan. Dan biasanya, lebih sulit menemukan orang jenis kedua ini.
Sampai mana ya ceritanya waktu itu?
Oia, ceritanya sampai ketika Kaoru mulai bingung memutuskan antara Tetsuro atau orang yang sangat mirip dengan tunangannya yang telah meninggal.
Kaoru memilih si pria yang mirip tunangannya dahulu (mulai sekarang kita sebut saja dia Makabe, yaitu nama tunangan Kaoru).
Kaoru dapat merasakan jantungnya berdebar kencang setiap kali bertemu. Kaoru mengagumi Makabe. Sangat.
Hal ini yang tidak ia rasakan ketika bersama Tetsuro. Tentu saja Tetsuro baik. Sangat sangat baik dan sangat sangat mencintai Kaoru. Ia mengagumi Tetsuro untuk itu. Tapi kekaguman ini berbeda dengan yang ia rasakan pada Makabe.
Makabe mengagumkan untuk hal yang berbeda. Untuk hal-hal yang bahkan baru dimengerti oleh Kaoru.
Pernikahan pun disiapkan.
FYI, Makabe ini konon adalah duda beranak satu. Dan suatu hari, ketika Kaoru akan menjemput anaknya Makabe dari sekolah, ia bertemu dengan mantan istri Makabe.
Tenang saja, tidak ada adegan pandang-pandangan tajam dengan gambar bolak balik antara Kaoru dan mantan istri Makabe seperti yang sering ada di sinetron-sinetron kita.
Mereka justru duduk bersama menemani si anak bermain. Penasaran, Kaoru pun bertanya pada mantan istri Makabe ini, apa sebab ia bercerai dari Makabe?
Cerita pun mengalir.
Pada awalnya mereka adalah pasangan bahagia. Menikah muda dan mapan secara finansial. Namun semakin hari, Makabe semakin tenggelam dalam pekerjaannya. Ia telalu terobsesi dengan pencapaiannya dengan pekerjaannya. Pada akhirnya sang istri tak lagi merasa mengenal suaminya. Mereka pun bercerai.
Mantan istri Makabe ini bercerita, saat ini ia pun sedang mempersiapkan pernikahan keduanya dengan sesorang yang ia sebut sebagai sangat baik dan rendah hati. Pria ini memang tidak semenarik Makabe, namun ia mampu membuat mantan istri Makabe ini merasa nyaman dan aman.
Maka Kaoru pun kembali bimbang.
Dan saya harus mengakui bahwa saya lupa kelanjutannya. Hahaha.
Saya lupa bagaimana terjadinya, tapi di akhir cerita Kaoru kembali bersama Tetsuro.
Memang saya tidak menceritakannya dengan klimaks, tapi percayalah adegan terakhir dari drama Jepang ini sangat sangat bagus. Saya sampai bingung bagaimana cara menceritakannya, lebih baik Anda tonton sendiri saja.
**
Moral of the story:
Memang menyenangkan bisa bersama orang yang Anda kagumi, tapi bisa bersama orang yang sangat mengerti Anda dan bisa membuat Anda merasa nyaman juga tidak kalah menyenangkan. Dan biasanya, lebih sulit menemukan orang jenis kedua ini.
Subscribe to:
Posts (Atom)
The Other Blog
Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...
-
Have you ever watched kids On a merry-go-round? Or listened to the rain Slapping on the ground? Ever followed a butterfly's erratic flig...
-
[...karena satu dan lain hal, selama liburan ini gue ga bisa dihubungin lewat hp. maaf ya, buat sms2 lebaran yang ga akan terkirim...] here...
-
This afternoon, I was driving on Kalimalang road when a taxi in front of me suddenly stop. Naturally, I swerved to the right. Then a motorcy...