mikirin bandung. jadi inget sama suatu malam beberapa hari kemarin. di salah satu tempat biliar di Dago, gue dan 2 orang temen gue ngomongin (atau nggosip?) tentang status. status disini bukannya status di ktp : kawin/belum kawin. tapi status jomblo/punya pacar.
pentingkah?
salah satu temen gue mengiyakan dengan mantap. yang satu lagi cuma senyum2 (ga tau maksudnya apa).
Oho, saat ini 'salah satu teman saya yang mengiyakan dengan mantap' pada kutipan di atas justru salah satu pelaku (atau mantan pelaku?) dari hubungan tanpa status.
Jadi, intinya postingan yang saya maksud itu membahas soal hubungan tanpa status yang kala itu entah mengapa rasanya in banget. Hehe.
Apakah status sebuah hubungan itu penting?
Waktu itu saya tulis begini:
ditanya penting apa enggak, jawaban gue enggak. tapi ga terlarang juga karena gue bukan orang anti berstatus yang mempertahankan prinsipnya sampai2 kehilangan yang paling berharga. tapi kalo emang prinsipnya itu lebih berharga, yah terserah aja.
Lalu, (dengan sotoynya..) saya lanjutkan lagi:
buat orang2 yang takut pasangannya diambil orang lain karena statusnya belum jelas, sebenernya kalian ga perlu takut. kalo emang pasangan kalian itu bisa dengan mudahnya 'berpindah ke lain hati', berarti he/she's not worhted (sorry, gue pinjem istilah ini dari seseorang).
bukannya status itu 'dikasih' sama lingkungan sekitar kita? si A itu pacarnya B, selingkuhannya C, dst.tanpa perlu diakuin lingkungan sekitar pun boleh2 aja kok kalo mau punya feeling apapun.
a relationship doesn't need status, it needs you, the one you love, and feelings.
Postingan tersebut mengundang beberapa komentar yang dapat Anda lihat pada link yang telah saya berikan di atas. Ada komentar dari teman saya yang konon brilian yang kalau saya baca lagi, ternyata cukup menarik.
Setuju Min! a relationship doesn't need status. YOU dont even need one. People want you to have one. Or probably they're too scared to lose you that they ask everytime if they lost you already.
Then, here I am, rethingking about those HTS stuffs (well, mostly because nowadays people around me started doing that again. Hehe.)
Tanyakan pada saya lagi, apakah status itu penting?
Jawaban saya adalah saya tidak yakin.
Untungnya memiliki hubungan tanpa status adalah Anda tidak terikat (hahah. Nenek2 juga tau!). Tidak ada pos laporan pacar, tidak ada larangan ini itu, intinya bebas!
Kalau Anda berpikir itulah enaknya HTSan, menurut saya sih, pola pikir soal pacaran Anda yang kelewat batas.
Menurut saya, pacaran itu hanya status maya, tidak ada hitam di atas putih seperti layaknya orang menikah. Setahu saya, begitu ijab kabul, maka seketika itu juga suami memiliki tanggung jawab lahir batin kepada istrinya, dan demikian sebaliknya. Sang suami misalnya, harus menafkahi istrinya. Istri pun memiliki kewajiban sendiri. Nah, pada ikatan perkawinan, menurut Islam, wajib hukumnya istri meminta izin suami ketika akan keluar rumah. Suami berhak melarang.
Itu kalau menikah.
Sementara pacaran, seperti saya bilang, bukanlah sebuah hubungan yang diakui baik oleh agama ataupun negara. Tidak ada hukumnya, tidak ada aturannya.
Maka, terlalu dini nggak sih kalau berlaku layaknya orang telah menikah (misalnya, melarang ini itu, lapor kesana kemari) ketika masih pacaran?
Kembali lagi soal HTS tadi. Menurut saya nih ya, kalau Anda berpikir HTS itu bebas, berarti konsep pacaran Anda yang mesti ditinjau ulang.
Kalau berdasarkan definisi yang saya tulis diatas, berarti sebenarnya pacaran itu juga bebas lho. Memangnya kalau Anda putus bisa dituntut harta gono gini? Memangnya bisa ditalak?
Memangnya bisa dikembalikan ke orang tua (yee.. kapan diambilnya?)?
Pengikatnya hanya perasaan satu sama lain. Saya tidak selingkuh bukan karena tidak ada kesempatan atau tidak bisa, tapi karena tidak mau. Karena saya menghormati perasaan pacar saya. Rasa hormat itu yang jadi pengikat, bukan status pacarannya.
Lalu kenapa mesti pacaran?
Kalau buat saya sih supaya gampang saja kalau ditanya orang, "lo sama Riko gimana?"
"Pacaran". Habis perkara.
Kalau HTSan, "yaa.. deket".
Lalu si penanya akan menanya lagi, "deket gimana?", blablabla.... capek deh.
Atas nama keefisienan saja. Karena dengan atau tanpa pacaran, rasanya perasaan saya tidak akan berubah. Saya masih tetap saya. Riko masih tetap Riko. Apa yang saya suka dari Riko tetap dia miliki, dan sebaliknya. Jadinya perasaan saya ya tidak berubah.
PS. Tulisah ini kok jadi rapat2 amat ya? tidak ada spasi antar baris? Padahal sudah saya buat jarak lho waktu menulis draft nya. Gembel.