Saya ingat membeli sebuah buku berjudul "Hafalan Shalat Delisa" beberapa tahun lalu, di sebuah kios buku kecil di Gelap Nyawang. Iseng saja, saya sedang tidak ada kerjaan dan sebuah buku untuk mengisi waktu senggang rasanya bukan ide yang jelek. Setelah menimbang-nimbang beberapa pilihan yang tak banyak, akhirnya saya beli buku yang ditulis Tere Liye ini.
*
Tahun 2007, karena merasa aktivitas saya tidak cukup banyak untuk membunuh waktu-waktu senggang yang membosankan, saya dan 2 teman saya ikut-ikutan nebeng belajar tari Saman di sebuah unit perkumpulan anak-anak Aceh di ITB. Disana saya bertemu dengan seorang gadis asli Aceh. Entah bagaimana awal mulanya, suatu kali obrolan kami nyamber ke soal tsunami yang menerjang Aceh pada tahun 2004.
Gadis ini bercerita ia sedang di Jakarta ketika itu. Mengadakan pertunjukan dengan teman-teman unitnya di sebuah acara khusus orang-orang Aceh. Di tengah acara itulah mereka mendapat kabar kampung halaman mereka sedang dihantam tsunami. Tak bisa menghubungi keluarga disana, akhirnya mereka melakukan doa bersama.
Ketika itu, saya berpikir, entah apa rasanya berada dalam posisi gadis ini. Pasti jantungnya terasa meledak-ledak karena rasa khawatir akan nasib keluarganya. Untungnya, keluarganya survive dari bencana tersebut.
*
"Hafalan Shalat Delisa" saya beli beberapa bulan setelahnya. Buku ini berkisah tentang seorang anak berusia 6 tahun yang berusaha survive setelah tsunami menghantam desanya, Lhok Nga, dan memisahkan dirinya dari Abi, Ummi, serta ketiga kakaknya.
Termewek-mewek saya membaca buku ini. Ahahahaha.
Seriously, buku ini menggambarkan detik-detik ketika bencana tersebut terjadi. Pada hari ketika Delisa, tokoh utama dalam buku ini, ujian praktek shalat, terjadi gempa yang dahsyat. Mengguncang ruang kelasnya dan membuat panik semua orang. Semua kecuali Delisa yang sedang ingin mencoba khusyu menjalankan shalatnya yang sempurna untuk pertama kali. Toh, sahabat Rasullulah pun tetap khusyu menjalankan shalat bahkan ketika ia tahu usai shalat ia akan dipancung, begitu pegangan Delisa.
Gempa pun mereda.
Namun bencana yang lebih besar telah menunggu di pintu. Gelombang pasang yang maha dahsyat menyapu tanah Aceh. Bam! Bam! Bam!
Membaca buku ini, dengan bahasanya yang deskriptif saya diajak untuk seolah menonton bagaimana tsunami meluluhlantakkan Aceh.
Delisa kehilangan orang-orang tercintanya. Bersama Abi-nya dan orang-orang Aceh lainnya, Delisa perlahan berjuang untuk pulih.
Seperti saya bilang tadi, saya membaca buku ini sambil termewek-mewek. Tapi tak hanya karena kisah pilu tentang bencananya, tapi lebih pada keharuan pada bagaimana manusia-manusia ini berusaha untuk tegar dan ikhlas menerima cobaan tersebut.
Dan cobaan apa yang lebih berat daripada kehilangan keluarga serta harta benda hanya dalam satu hari?
Jasad-jasad yang ditemukan ketika itu tak sempat lagi untuk dibuat kuburannya satu per satu. Semuanya dikumpulkan dalam sebuah lubang besar dan dimakamkan secara masal. Tak ada nisan untuk masing-masing orang.
Hafalan Shalat Delisa adalah novel religi favorit saya. Buat saya sih, novel ini memberikan inspirasi tersendiri. Tadi malam saya kembali mengintip-intip isi buku ini. Memilih halaman-halaman secara random dan membaca sepintas-sepintas. Bahkan hanya dengan seperti itu pun saya bisa merasakan pelupuk mata saya mulai memanas.
Yes, I recommend this book. Amazingly inspirational. Yang paling saya suka karena buku ini tak melulu berfokus pada penderitaan yang dialami tokoh-tokohnya, namun pada ketangguhan manusia dalam menghadapi cobaan serta bagaimana agungnya keikhlasan.
It will be different for each person but I hope if you read this book you can experience the same feeling as I did (couples years ago and last night). :)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
The Other Blog
Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...
-
Have you ever watched kids On a merry-go-round? Or listened to the rain Slapping on the ground? Ever followed a butterfly's erratic flig...
-
This afternoon, I was driving on Kalimalang road when a taxi in front of me suddenly stop. Naturally, I swerved to the right. Then a motorcy...
-
[...karena satu dan lain hal, selama liburan ini gue ga bisa dihubungin lewat hp. maaf ya, buat sms2 lebaran yang ga akan terkirim...] here&...
meneteskan air mata T__T *akan beli.. makanya readingwalk buka dong di bandung.. tetep*
ReplyDeleteiya!! gw juga suka sama novel ini. waktu itu minjem deh klo ndak salah, tapi lupa dari siapa. novel ini meskipun tergolong novel religi, tapi gak ada kesan menggurui sama sekali. gw sampe nangis tuh waktu itu *haduh*. beberapa novel tere-liye yang lain juga bagus loh..
ReplyDelete