Belakangan ini ia tak terlalu menarik lagi bagiku. Aku tidak lagi selalu mencari-cari keberadaannya. Atau gelisah bila ia tak bersamaku.
Ia masih setia memanggilku. Dengan sapaan pendek, kadang dengan sapaan panjang. Tapi dengan kurang ajarnya, sering aku acuhkan. Bahkan kadang bila ia memanggil dengan sapaan panjang, aku suruh dia untuk diam.
Bukannya anti, hanya saja saat ini ia sedang tak terasa penting bagiku. Hanya sesekali saja aku melihatnya. Sambil lalu.
Padahal dulu aku tak ingin lepas darinya. Sedikit suara atau gerakan saja darinya, maka tersedotlah semua perhatianku kepadanya. Tak boleh ada yang terlewat. Mulai dari bangun tidur, sehabis mandi, mau berangkat ke kampus, selesai kuliah, mau makan siang, saat makan siang, setelah makan siang (dan makan2 yang lain), selesai shalat, hingga mau tidur, ia lah yang selalu aku cari.
Itu dulu.
Sejak beberapa minggu lalu ketika nenekku meninggal dan kami sekeluarga ke Solo, ia jadi lebih akrab dengan adikku. Sementara aku tak peduli. Banyak yang mesti dikerjakan saat itu hingga tak sempat lagi aku menengoknya. Kadang ia bahkan terasa menjadi beban sehingga kutinggalkan saja atau kusuruh adikku menjaganya.
Nampaknya berlanjut hingga saat-saat ini. Meskipun ia tak lagi akrab dengan adikku. Dan hubungan kami juga tidak sejauh dulu. Setidaknya sekarang ini aku berkenan menengoknya beberapa kali dalam sehari.
Namun, tidak juga kami seakrab dulu. Aku tak lagi tidur dengannya.
Tapi jujur, aku sayang padanya. Sudah satu tahun lebih aku bersamanya. Aku sudah hapal setiap lekuk tubuhnya dan begitu nyaman menggenggamnya. Sampai saat ini aku belum ingin mencari yang baru biarpun banyak yang katanya lebih keren. Ia memang tidak super, namun semua yang aku butuhkan ada padanya. Dan untuk yang satu ini aku tak perlu lebih. Belum perlu, mungkin.
Papaku pernah bilang, jangan sampai punya ikatan batin dengan benda mati. Aku setuju itu. Supaya tetap rasional kalau mau menjual. Yah, kecuali kalau barang pemberian, itu lain persoalan lagi.
Tapi untuk dia, aku telanjur sayang. Beberapa kali ia rusak, selalu aku perbaiki. Tidak terpikir untuk menjual Nokia 6600-ku itu.
Ia yang tidak kurang dan tidak lebih.
Aku tidak butuh kamera ber-MegaPixel, toh aku punya digicam dan kamera SLR. Aku juga tidak butuh fungsi computer lengkap dalam HP-ku, toh aku punya computer sendiri. Aku juga tidak butuh HP dengan penampilan keren, toh aku suka paduan warna dan corak hitam-putihnya yang minimalis. Aku pun tidak butuh HP berbody mini, malah susah dicari dan gampang hilang (mengingat aku termasuk orang yang selebor, HP jenis ini jelas tidak cocok).
Buatku, kok kayaknya mubazir membeli barang multifungsi yang fungsinya jarang atau bahkan tidak pernah dipakai. Memang, aku bukan orang yang hi-tech atau penggila teknologi. Aku sadar betul itu.
Asal aku bisa mengabadikan momen-momen tak terduga dalam hidupku (termasuk berbagai pose narsis ku), menelepon dengan suara jernih, ber-sms tanpa harus jariku kapalan, menyimpan note-note penting, mencatat kegiatan dan ulang tahun teman-temanku, menyimpan beberapa lagu yang aku suka, dan bermain games di saat suntuk, itu sudah cukup.
Ia mungkin sudah agak ketinggalan jaman dibandingkan milik teman-temanku, tapi ya itu tadi. Ia punya semua yang aku butuhkan, jadi buat apa cari yang lain? Toh fungsi yang aku gunakan juga yang itu-itu saja.
Maka, sudah pasti ketidakakraban hubunganku dengannya saat ini bukan karena aku bosan atau apa. Hanya saja aku sedang ingin berlibur, jobless serta me-recharge energi, semangat dan ide-ide baru.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
The Other Blog
Dear all, This blog is not going to be updated often as I have created another one at www.floresianay.wordpress.com which will be focusi...
-
Have you ever watched kids On a merry-go-round? Or listened to the rain Slapping on the ground? Ever followed a butterfly's erratic flig...
-
[...karena satu dan lain hal, selama liburan ini gue ga bisa dihubungin lewat hp. maaf ya, buat sms2 lebaran yang ga akan terkirim...] here...
-
This afternoon, I was driving on Kalimalang road when a taxi in front of me suddenly stop. Naturally, I swerved to the right. Then a motorcy...
yah sialan.. pertama2 gw kira lo ceria siapa temen lo gitu min.
ReplyDeletetrus lanjut baca gw kira si kecil yg di rumah lo itu (sapa namanya? ben?).
baru deh gw menyadari klo lo ngomongin tentang henpon...
6600 ga ketinggalan jaman banget lah min, masih canggih.. ya kecuali klo lo mau jadi pengikut tren n_n
lah, si ebbie kok bisa2nya mikir ibu kos segala? :)
ReplyDelete