Dulu saya tidak suka makanan Jepang. Mungkin karena katanya makanan Jepang itu rata-rata masih mentah atau setengah matang. Yieks!
Namun entah sejak kapan persisnya, saya mulai menikmati sushi. Setidaknya sushi yang ada di restoran a la Jepang di Indonesia, karena menurut Batari sushi yang di Jepang rasanya berbeda.
Maka ketika kemarin malam PIS (partner in sushi) saya mengajak 'men-sushisushanti' (dikutip dari sms yang dikirim ke ponsel saya), saya pun tak dapat menolak. Pergilah kami berdua ke restoran sushi di Jalan Veteran. Saya lupa, kemarin malam itu malam minggu. Sudah pastilah berjuta umat merayakannya dengan makan atau nonton atau apapun. Alhasil tempat parkir penuh. Untung masih ada tempat parkir di bioskop yang berada tak jauh dari restoran.
Suasana restoran tak jauh beda. Padat merayap seperti jalan tol menjelang senja hari.
Untunglah masih ada tempat di sushi-bar. Kami pun memesan porsi untuk ronde pertama sambil tetap awas memperhatikan piring-piring sushi yang berjalan kemayu di conveyer di depan sushi-bar.
Kemarin itu baru saya perhatikan dan notice bahwa di balik sushi-bar, para 'koki' ini terus saja membuat sushi tanpa henti tanpa peduli apakah sushi yang dibuatnya dipesan oleh pengunjung. Make to stock, begitulah kira-kira, meskipun kalau kita ingin sushi yang tidak tersaji di conveyer (saya tidak tahu istilah benarnya apa), para 'koki' ini tentunya dengan senang hati akan membuatkan.
Tapi konsep sushi ini boleh juga lho. Pertama, makanan ini bukan tipe yang disajikan hangat, sehingga tidak masalah bila selang waktu pembuatan hingga proses konsumsinya sedikit lama.
Kedua, makanan-makanan ini disegmentasikan dalam bentuk warna piring. Piring berwarna biru misalnya berharga Rp 9000, warna pink Rp 14000 dan sebagainya. Di bon pembayaran pun yang tertulis hanya '2 piring biru, 1 piring pink'. Ini tentu saja akan memudahkan dan mempercepat proses penghitungan biaya.
Ketiga, makanan-makanan ini dibiarkan mempromosikan dirinya sendiri dengan berjalan di conveyer. Untuk orang-orang tertentu, meskipun perut sudah tak lapar lagi, namun keinginan untuk mencomot piring-piring menggoda ini kadang tak dapat ditahan.
Semalam, kami berdua total menghabiskan 5 piring. Kalau saya hanya menghabiskan satu setengah piring, Anda bisa hitung sendiri berapa yang dihabiskan partner saya ini. Sayang tidak ada dokumentasinya untuk kegiatan semalam.
Ngomong-ngomong, selain makanan Jepang ini, saya juga masih penggemar serabi, klepon, pecel lele, dan martabak kok. Hehe.
hauhauahuahauhuaa..
ReplyDeleteumbar aja min,
umbarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr...
huh! ;ppp
ngomong2, foto2nya, hehehe..
ReplyDeleteHow I thankful that I have you to share my "bad times" with.
Ailopyu sooooooooooo muccchhie, crrrrutttt!!! ;))
hihihi, seumur2 belom pernah makan sushi bayar sndiri... baru dua kali ke sushitai dan dua2nya ditraktir hehehe
ReplyDeletejadi bodo amat deh warna pink atau warna biru
comot sajaaaa :D
Hohoho... gw juga paling seneng makan sushi,, apalagi di sushitei.. lebih nikmat lagi kalo dibayarin.. haha! :D
ReplyDeletelaen kli makan ksana yu.. hoho
nadya: NADYA MAKAN SUSHI 3.5 PIRING TRUS MASIH MAU NAMBAH MAKAN KUE COKELAT SAMA ES KRIIIIMMM....
ReplyDeleteraie: hahaha. favorit gue juga warna biru kok ray. kalo gratis juga apa aja gue comot.
dipta: yuuuukkk... tapi lo yang bayarin. huahahahahaha.
astaghfirullah nadya banyak amat makannya
ReplyDeleteWakakakak..tenar deh si Nadya! :D
ReplyDeletegua emang tenar 'chiiiiiii...=ppp
ReplyDelete